Senin, 19 Desember 2011

DBE-2 USAID Indonesia


Makalah Filsafat Ilmu

“Program DBE-2 di Indonesia oleh  USAID ”
(United States Agency for International Development)

 
 







Oleh
Kelompok 3

Ibrahim
Rizka Fadliah Nur
Hasmiah Herawaty
Sudarmi
Nurul Hidayati



Program Pascasarjana
Universitas Negeri Makassar
2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Program USAID (United States Agency for International Development) di Indonesia adalah badan independen dari pemerintahan Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas bantuan untuk bidang ekonomi, pembangunan, dan kemanusiaan untuk negara-negara lain didunia dalam mendukung tujuan-tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat Program Desentralisasi Pendidikan Dasar ialah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat. Program ini merupakan payung kerjasama antara Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dan USAID. Tujuan dari program ini ialah peningkatan kualitas pendidikan dasar di Indonesia melalui tiga komponen kegiatan yang saling berintegrasi, yaitu: 1) desentralisasi manajemen dan tata pelayanan pendidikan yang lebih efektif (DBE1), 2) peningkatan kualitas belajar mengajar (DBE2), serta 3) peningkatan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan luar sekolah melalui kecakapan hidup dan keterampilan vokasional (DBE3).
Area yang dicakup Program Desentralisasi Pendidikan Dasar USAID/Indonesia (Program DBE) ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Program ini berlangsung mulai tahun 2005 sampai 2010 dan diharapkan akan membantu meningkatkan pendidikan untuk lebih dari 2.400 sekolah dan lebih dari 250 ribu siswa di 100 kabupaten/kota. Program DBE tersusun atas 3 komponen, yaitu DBE1, DBE2, dan DBE3.
Selanjutnya dalam amakalah ini, kami akan menekankan kepada program USAID untuk Desentralized Based Education (DBE2) yaitu yang berkaitan dengan peningkatan kualitas belajar mengajar, dimana salah satu unggulan yang dicanangkan adalah contexctual teaching and learning (CTL). Jadi kami akan membagi dua pokok pembahasan, yang pertama adalah program apa saja yang dicanangkan oleh USID di Indonesia dan yang kedua adalah apa yang dimaksud dengan pembelajaran yang berbasis CTL dan bagaimana langkah-langkahnya dalam meningkatkan prestasi siswa.
B.  Tujuan
Tujuan USAID dalam pendidikan adalah untuk meningkatkan kehidupan dan menciptakan peluang. Untuk mencapai tujuan ini, USAID sedang melaksanakan strategi lima tahun pendidikan, Pendidikan : peluang pembelajaran yang berfokus sumber daya, mendorong inovasi, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan global untuk peningkatan akses terhadap pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak, remaja, dan dewasa.
Strategi pendidikan USAID didasarkan pada premis bahwa pendidikan merupakan dasar untuk pembangunan manusia dan penting untuk berbasis luas pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dan difokuskan pada pencapaian tiga tujuan tahun 2015, yaitu:
1.      Peningkatan keterampilan membaca untuk 100 juta anak di kelas primer
2.      Peningkatan kemampuan pendidikan tinggi dan program pengembangan untuk menghasilkan tenaga kerja dengan keterampilan yang relevan untuk mendukung tujuan pembangunan Negara
3.      Peningkatan akses pendidikan yang adil dalam krisis dan lingkungan konflik untuk 15 juta peserta didik
Di Indonesia sendiri, program USAID dalam bidang pendidikan direalisasikan dalam kerja sama Program Desentralisasi Pendidikaan Dasar atau sering kita dengar dengan istilah DBE (Desentralized Based Education).
Selanjutnya Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya (Hanafiah&Suhana, 2009:67).


C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dan agar tidak terjadi bias pembahasan, maka  kami membuat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a)      Pengertian DBE yang dicanangkan oleh USAID untuk Indonesia
b)      Program apa saja yang diprioritas dalam DBE 2 di Indonesia
c)      Program DBE-2 yang sudah Terealisasi di Indonesia
d)     Pengertian CTL
e)      Hakikat CTL
f)       Komponen CTL, dan
g)      Penerapan CTL di Kelas












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian DBE yang dicanangkan oleh USAID untuk  Indonesia

DBE (Desentralized Based Education) USAID adalah Program Desentralisasi Pendidikan Dasar yang mana program ini adalah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat dalam dunia pendidikan, kesehatan, lingkungan dan demokrasi tata kelola pemerintahan. Program ini merupakan payung kerjasama antara Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dan USAID. Tujuan dari program ini ialah peningkatan kualitas pendidikan dasar di Indonesia melalui tiga komponen kegiatan yang saling berintegrasi, yaitu:
1)   Peningkatan kapasitas manajemen dan tata pelayanan pendidikan daerah (DBE1)
2)   Peningkatan kualitas belajar mengajar (DBE2),
3)   Peningkatan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan luar sekolah melalui kecakapan hidup dan keterampilan vokasional (DBE3).
Area yang dicakup Program Desentralisasi Pendidikan Dasar USAID/Indonesia (Program DBE) ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Program ini berlangsung mulai tahun 2005 sampai 2010 dan diharapkan akan membantu meningkatkan pendidikan untuk lebih dari 2.400 sekolah dan lebih dari 250 ribu siswa di 100 kabupaten/kota. Program DBE tersusun atas 3 komponen, yaitu DBE1, DBE2, dan DBE3 :
B.     Program apa saja yang diprioritas dalam DBE 2 di Indonesia

Sebagaimana dalam rumusan masalah di atas, kami akan membahas secara khsusus program USAID di Indonesia pada tahap kedua yang tertuang dalam DBE2 yaitu Peningkatan Kualitas Belajar Mengajar. Secara prinsip, target DBE2 diberikan untuk masyarakat dan sekolah yang kurang beruntung, para guru, siswa, serta proses pembelajaran yang kreatif. Kegiatan DBE2 mencakup training berbasis gugus, lingkungan pembelajaran yang aktif dan partisipatif, pengkajian performa pendidikan, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Program Pendidikan Dasar yang Terdesentralisasi USAID bertujuan untuk mengembangkan kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah dasar di Indonesia melalui serangkaian pendekatan inovatif yang dirancang untuk memperkuat pelatihan guru dan meningkatkan lingkungan belajar di sekolah. DBE 2 bekerjasama dengan USAID /Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan sektor publik maupun swasta lainnya untuk mengembangkan alternatif sistem pengembangan profesional guru yang modern, memperkuat kapasitas pendidik dan administrasi untuk memulai, memfasilitasi, dan mempromosikan perbaikan sekolah di seluruh wilayah Indonesia.

DBE 2 mengimplementasikan beberapa strategi untuk meningkatkan sistem pendidikan dasar di Indonesia, termasuk di dalamnya: pelatihan guru terdesentralisasi yang diakreditasi oleh universitas; kepemimpinan dan manajemen pembelajaran; Instruksi Audio Interaktif (IAI) untuk guru dan siswa Taman Kanak-Kanak; Pusat Sumber Belajar Gugus (PSBG); kerjasama dengan universitas di Indonesia dan Amerika Serikat; Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai alat pembelajaran; dan, kerjasama dengan sektor swasta untuk memperluas dampak proyek. DBE 2 bekerja di tujuh provinsi di seluruh Indonesia dan telah membina 1,068 sekolah dan Kepala Sekolah, lebih dari 14,000 guru dan 232,000 siswa Sekolah Dasar.

Ø  Pelatihan Guru yang Diakreditasi oleh Universitas
DBE 2 menyediakan pelatihan untuk guru dan pengelola sekolah yang diakreditasi oleh Universitas. Pelatihan guru yang terakreditasi ini merupakan sebuah landasan progam DBE 2 yang dirancang untuk memperkuat kapasitas tenaga pendidik untuk menjadi tenaga yang berinisiatif, berkualitas dan kreatif.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kualifikasi guru agar memiliki kualifikasi minimum yang dipersyaratkan dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yaitu S1 atau D4. Kualifikasi akademik guru merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik atau mata pelajaran yang diampunya. Strategi peningkatan kualifikasi diantaranya:
1.      Melalui jalur formal seperti konvensional, universitas terbuka, pendidikan jarak jauh dengan pendekatan ICT dan pendidikan jarak jauh pola PKG sebagai wahana untuk mendukung peningkatan kualifikasi akademik
2.      Melalui uji kesetaraan ( tertuang dalam RPP)

Ø  DALI
Developing Active Learning with ICT (DALI) memperkenalkan cara-cara bagaimana teknologi dapat mendukung dan memperluas pendekatan-pendekatan pembelajaran di kelas dengan menggunakan sumber daya terbatas. Para guru juga memperoleh pemahaman bagaimana lingkungan pembelajaran yang kolaboratif dan berpusat pada siswa dapat memfasilitasi pembelajaran siswa. Mereka juga mengembangkan pemahaman terhadap penggunaan komputer, kamera digital dan berbagai aplikasi piranti lunak, untuk pembelajaran.

Ø  Program Audio Interaktif (PAI) untuk TK
DBE 2 bermitra dengan Departemen Pendidikan Nasional untuk mengembangkan rintisan Program Audio Interaktif (PAI). Program PAI ini meliputi paket-paket materi yang berbasis audio dan cetak bagi siswa TK dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Melalui 106 program audio berdurasi 40 menit ini guru TK didorong untuk melakukan pembelajaran yang aktif, aplikatif dan menyenangkan. Program ini juga dirancang untuk memenuhi kebutuhan dari para guru TK yang tidak atau kurang terlatih di Indonesia.

Ø  Pusat Sumber Belajar Gugus
Pusat Sumber Belajar Gugus (PSBG) berfungsi sebagai tempat dimana para guru dan pemangku kepentingan pendidikan berkumpul dan mendikusikan konten pelatihan, inovasi kelas, menciptakan alat peraga murah dan berkerjasama dengan rekan-rekan sekerja. PSBG juga dilengkapi dengan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti laptop, kamera digital, handycam yang dapat dipinjam oleh guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Ø  Pelatihan Pembelajaran Aktif untuk Perguruan Tinggi
Besarnya peran strategis pihak universitas dalam memperkuat kapasitas pendidikan dasar, DBE 2 mengembangkan paket pelatihan pembelajaran aktif untuk perguruan tinggi (ALFHE) yang dirancang untuk mengenalkan dosen dalam menggunakan metode pembelajaran aktif di tataran perguruan tinggi.

Ø  Mitra Universitas
DBE 2 bekerjasama  dengan 15 mitra perguruan tinggi di Indonesia dan 3 perguruan tinggi di Amerika. DBE 2 memfasilitasi konsorsium perguruan tinggi  yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan pengalaman dan praktek-praktek terbaik yang dilakukan oleh mitra perguruan tinggi dan untuk mendukung kerjasama yang berkelanjutan.
Pemerintah Amerika Serikat, melalui USAID, hari ini tanggal 15 November 2008 mengumumkan bahwa badan ini telah menandatangani perjanjian kemitraan dengan 15 universitas di Indonesia dan Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional untuk mengembangkan program pendidikan guru yang sedang bertugas dengan titik berat pada peningkatan mutu pendidikan dasar di Indonesia.
USAID akan menginvestasikan 4,78 juta dolar AS dalam Program Kemitraan Universitas ini yang merupakan komponen penting dari Prakarsa Pendidikan yang dicetuskan oleh Presiden Bush di Indonesia. Program Kemitraan Universitas akan mempersatukan universitas-universitas di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, dan tiga universitas di A.S.
“Kerjasama dengan universitas lokal merupakan hal penting untuk memastikan bahwa modul pengajaran dapat memenuhi kebutuhan setempat secara efektif dan berkesinambungan,” kata Direktur USAID William M. Frej. “Program Kemitraan Universitas akan menjalin kerjasama dengan universitas-universitas di A.S. untuk meningkatkan kapasitas universitas-universitas di Indonesia dalam menyediakan pendidikan bermutu tinggi bagi para guru yang sedang bertugas.”
Model pelatihan bagi para guru yang sedang bertugas secara terdesentralisasi ini didukung oleh modul yang disusun oleh universitas-universitas mitra di setiap propinsi. Para pemangku kepentingan (stakeholders) turut disertakan dalam proses pengembangan modul untuk memastikan bahwa metodologi dan kandungan yang berimbang dapat diterapkan. Tim Pengembangan Modul terdiri dari staf universitas, wakil dari Dinas Pendidikan Propinsi dan Departemen Agama, guru, serta kepala sekolah.
Program Kemitraan Universitas adalah bagian dari Program Pendidikan Dasar yang Terdesentralisasi (DBE2), yang dilaksanakan oleh Pusat Pengembangan Pendidikan, dan bertugas untuk memajukan lingkungan sekolah sebagai wadah untuk belajar siswa dan partisipasi masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh DBE2 menitikberatkan pada pelatihan guru yang terdesentralisasi, pendidikan pra sekolah, kemitraan dengan universitas, pengembangan sumber daya penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi, pengembangan perpustakaan sekolah, serta aliansi publik-swasta untuk memperkuat sistem pendidikan dasar di Indonesia.
Tahap pertama program DBE mencakup seribu sekolah dengan melibatkan lebih dari 10.000 guru di tujuh propinsi. Nantinya, DBE direncanakan akan menjangkau lebih dari 9.000 sekolah di Indonesia.
Ø  Kemitraan Publik-Swasta
Kerjasama dengan Intel Teach senilai 1.5 juta dolar AS untuk penyediaan pelatihan TIK  dan untuk memperkenalkan keterampilan abad ke-21 kepada para guru dan kerjasama senilai hampir 2 juta dolar AS dengan kelompok usaha BP untuk memperbaiki manajemen pendidikan di tiga wilayah provinsi Papua dan untuk memperkuat fakultas pendidikan di Universitas Cendrawasih.
Ø  Saman Siaga Gempa
Menanggapi tragedi tsunami yang menimpa provinsi Aceh pada bulan Desember 2009, DBE 2 telah bekerjasama dengan Universitas Syiah Kuala dan sekelompok anak-anak sekolah menengah pertama dalam menciptakan syair dan lagu yang menceritakan tentang kesiapan menghadapi gempa. Syair dan lagu ini kemudian dipadukan dalam sebuah gerakan tarian tradisional Saman yang dinamakan tarian Saman Siaga Gempa. DVD instruksional Saman Siaga Gempa telah disebarluaskan kepada guru kesenian dan siswa di lima kabupaten binaan DBE 2 di provinsi Aceh. PSB Bungong Keumang (yang berarti bunga berkembang/mekar) memiliki keunikan dibandingkan dengan PSBG-PSBG yang hanya memfokuskan kegiatannya pada tingkat gugus.
 PSB ini memiliki target sasaran yang beragam yang terdiri dari para dosen FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan), dosen PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar), mahasiswa FKIP tingkat akhir, serta guru. Keunikan tersebut tertuang dalam program kerja PSB yang mengakomodasikan kegiatan-kegiatan untuk mempertemukan para dosen sebagai penghasil guru, para mahasiswa sebagai calon guru serta para guru sebagai praktisi di lapangan. Dra. Sulastri, M.Si selaku Ketua Pengurus PSB Bungong Keumang sangat optimis dan mengharapkan dukungan dari berbagai pihak untuk keberhasilan program-program PSB ke depan demi peningkatan mutu pendidikan di Aceh.
C.      Program DBE2 yang sudah Terealisasi di Indonesia
Pada tanggal 14-20 Agustus 2008 telah dilaksanakan National ICT Orientation Workshop bertempat di PSBG Nusa Indah kecamatan Klaten Utara. Kegiatan ini bertujuan mengenalkan model pembelajaran aktif menggunakan ICT (Designing Active Learning with ICTs atau DALI). Pesertanya berasal dari 6 propinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jawa Barat,
Seminggu setelah pelaksanaan National ICT Orientation Workshop, dilaksanakanlah ICT Profesional Development Workshop I. Kegiatan yang bertujuan untuk merancang pembelajaran aktif dengan ICT dan pengenalan teknik pengelolaan kelas dan penilaian berbasis siswa. Bertempat di PSBG Nusa Indah, SDN Karanganom 1, Kecamatan Klaten Utara, Jawa Tengah, workshop minggu kedua ini mendatangkan Mary Burns seorang Senior Education Technology
Medan ( Apa Kabar PSBG) Pelatihan Laporan Mutu Sekolah yang diselenggarakan DBE2 Sumatera Utara dari tgl. 23 – 25 Juli yang lalu di Hotel Garuda Plaza Medan dan di SDN 023901 Binjai Utara menambah kemampuan Komputer peserta ibarat sambil menyelam minum air artinya dua pekerjaan dilakukan sekaligus; dapat ilmu komputernya dapat juga laporan mutu sekolahnya.
Hari Senin tanggal 28 Juli 2008 bertempat di Ruang Pertemuan BAPPEDA Kota Makassar berlangsung lokakarya desiminasi Program DBE . Dihadiri oleh Anggota DPRD dan Dewan Pendidikan,Ketua BAPPEDA beserta pejabat teknis, Kepala Dinas Pendidikan yang diwakili Kabid Pendidikan Dasar beserta pejabat teknis lingkup Pemerintah Kota Makassar,
Hari Senin tanggal 28 Juli 2008 bertempat di Ruang Pertemuan BAPPEDA Kota Makassar berlangsung lokakarya desiminasi Program DBE . Dihadiri oleh Anggota DPRD dan Dewan Pendidikan,Ketua BAPPEDA beserta pejabat teknis, Kepala Dinas Pendidikan yang diwakili Kabid Pendidikan Dasar beserta pejabat teknis lingkup Pemerintah Kota Makassar.
Hari Senin tanggal 28 Juli 2008 bertempat di Ruang Pertemuan BAPPEDA Kota Makassar berlangsung lokakarya desiminasi Program DBE . Dihadiri oleh Anggota DPRD dan Dewan Pendidikan,Ketua BAPPEDA beserta pejabat teknis, Kepala Dinas Pendidikan yang diwakili Kabid Pendidikan Dasar beserta pejabat teknis lingkup Pemerintah Kota Makassar.
Tanggal 22 sampai 24 Juli 2008, sekelompok Guru maupun Kepala Sekolah dan Pengawas TK/SD/Pendais berbondong-bondong memasuki ruang PSBG gugus 2 Bangkala Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan. Satu-persatu mereka mengambil tempat sembari saling memberi salam dan bercanda satu sama lain. Seluruh persiapan Workshop Pembelajaran Sains telah terpajang dan siap dioperasikan.
Di ikuti 6 kordinator Kabupaten/ Kota (DLC) dan Staff DBE2 Medan Medan ( Apa Kabar PSBG), Untuk menambah kemampuan para kordinator DBE2 di lapangan, digelar pelatihan “ Training of Trainer” di Hotel Grand Antares Medan, Kamis (10/7) – Sabtu (12/7) yang dipandu oleh Pudji selaku Manager Hibah dan Rendy sebagai Spesialis Komunikasi DBE2. Kordinator.
D.      Pengertian CTL
Pada dasarnya, pembelajaran CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dalam pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan ketrampilan dan pemahaman konsep matematika untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Elaine B. Johnson mendefinisikan pertian kontekstual sebagai berikut: contextual teaching and learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akedemik yang mereka pelajarai dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.
Sedangkan menurut US Departement of Education, CTL adalah suatu konsep mengajar dan belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari, Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari uaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika belajar
Menurut Akhmad sudrajat, mendefinisikan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
 Definisi Pembelajaran Kontekstual menurut Diknas Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Jadi contextual teaching and learning Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata  dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarak

E.       Hakikat CTL
“Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit-demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat” (Nurhadi dkk, 2004:13).
Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya (Hanafiah&Suhana, 2009:67).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan. Siswa bekerja dan mengalami, bukan hanya transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses pembelajaran lebih diutamakan dari pada hasil dari pembelajaran.

Menurut Sanjaya (2009:261-262) karakteristik CTL antara lain sebagai berikut.
a.      CTL menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran.
b.      Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.
c.       Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
d.      Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman.
e.        Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri.
f.        Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.
g.       Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.
h.       Dalam CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka.
i.         Dalam CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
j.         Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara.
CTL menekankan pada berpikir lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Berikut ini adalah enam unsur kunci Pembelajaran Kontekstual (Trianto, 2007:102).
k.       Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.
l.        Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang.
m.    Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.
n.      Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan atau industri.
o.       Responsif terhadap budaya: pendidik harus menghormati dan memahami nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan- kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Budaya-budaya ini, dan hubungan antar budaya ini mempengaruhi bagaimana cara pendidik mengajar.
p.       Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam stretegi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.

F.       Komponen CTL, dan
Menurut Trianto (2007:105) pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Berikut ini penjelasannya.

1.    Konstruktivisme (Contructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pada pendekatan ini menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Landasan berpikir konstruktivisme lebih menekankan pada strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.

2.  Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari: observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
Menurut Sanjaya (2009:265) langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut.
a)       Merumuskan masalah
b)      Mengajukan hipotesis
c)       Mengumpulkan data
d)      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
e)      . Membuat kesimpulan

3.  Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang selalu diawali dari ‘bertanya’. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan tanya jawab dilakukan oleh guru dan siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

4.  Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun lingkungan yang terjadi secara alamiah. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.

5. Pemodelan (Modeling)
Menurut Sanjaya (2009) pemodelan adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan. Pemodelan dalam konsep ini adalah kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model.

6.  Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Refleksi bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Menurut Hanafiah&Suhana (2009:75) Pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi yang diwujudkan dalam bentuk berikut.
1. Pertanyaan langsung tentang yang diperoleh hari itu
2. Jurnal belajar dibuku pribadi siswa
3. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.

7.  Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar harus menekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.

G.      Penerapan CTL di Kelas
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran dan pengajaran kontekstual di dalam kelas menurut Hanafiah&Suhana (2009:72) guru harus:
1.         Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa.
2.          Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
3.          Mempertimbangan keragaman siswa (diversity of students).
4.          Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dengan tiga karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan).
5.         Memperhatikan multiintelegensi (multiple intelligences) siswa.
6.         Menggunakan teknik bertanya (questioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
7.         Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
8.         Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
9.         Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning).
10.     Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama antar siswa.
11.     Memodelkan (modeling) sesuatu agar siswa dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
12.     Mengarahkan siswa untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
13.     Menerapkan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).


Contextual Teaching and Learning juga dapat diimplementasikan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
a)      Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
b)      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
c)      kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d)     Ciptakan masyarakat belajar
e)      Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f)       Lakukan refleksi di akhir pertemuan
g)      Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Selanjutnya pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:
CTL
Konvensional / Tradisional
Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa;
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru;
Cenderung mengintegrasikan  beberapa bidang (disiplin);
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa;
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan;
Menerapkan penilaian autentik melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah;
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulang





















BAB III
PENUTUP

DBE 2 mengimplementasikan beberapa strategi untuk meningkatkan sistem pendidikan dasar di Indonesia, termasuk di dalamnya: pelatihan guru terdesentralisasi yang diakreditasi oleh universitas; kepemimpinan dan manajemen pembelajaran; Instruksi Audio Interaktif (IAI) untuk guru dan siswa Taman Kanak-Kanak; Pusat Sumber Belajar Gugus (PSBG); kerjasama dengan universitas di Indonesia dan Amerika Serikat; Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai alat pembelajaran; dan, kerjasama dengan sektor swasta untuk memperluas dampak proyek. DBE 2 bekerja di tujuh provinsi di seluruh Indonesia dan telah membina 1,068 sekolah dan Kepala Sekolah, lebih dari 14,000 guru dan 232,000 siswa Sekolah Dasar.
      Program-program DBE2 yang sudah terealisasi diantaranya
                 1        National ICT Orientation Workshop di PSBG Nusa Indah
                 2        National ICT for Professional Development Workshop I Bersama Mary Burns
                 7        ToT CRC Management digelar di Medan

Selanjutnya kesimpulan tentang pembahasan masalah CTL yang diterapkan di lingkungan pendidikan baik dari pendidikan tinggi sampai penddik tingkat dasar. Menurut Akhmad sudrajat, mendefinisikan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.




























DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nurhadi. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan             Nasional.

http://apakabarpsbg.wordpress.com/tag/dbe2-usaid/
http://kafeilmu.com/2011/05/definisi-pembelajaran-kontekstual-ctl.html#ixzz1RSukRqwg
Madridista09:25