Kamis, 15 November 2012

proposal tesis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Di era globalisasi ini ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perbaikan kegiatan belajar dan mengajar harus diupayakan secara maksimal agar mutu pendidikan meningkat. Hal ini dilakukan karena majunya pendidikan membawa implikasi meluas terhadap pemikiran manusia dalam berbagai bidang sehingga setiap generasi muda harus belajar banyak untuk menjadi manusia terdidik sesuai dengan tuntunan zaman.
       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin lama akan semakin maju agar dapat mendorong upaya dalam pembaharuan dan pemanfaatan teknologi dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan inovasi proses pembelajaran dalam memasuki dunia teknologi. Untuk memasuki dunia persaingan yang berbasis teknologi maka dalam pembelajaran di sekolah peserta didik perlu dibekali kompetensi yang cukup agar mampu berperan aktif dalam masyarakat sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.
       Selain pemanfaatan teknologi, pendidikan juga memegang peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila peserta didik dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik. Hasil belajar seseorang, ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yaitu, kemampuan guru (profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan media yang tepat, yang memberi kemudahan bagi peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih baik dengan pemahaman konsep yang baik.
       Kenyataan dilapangan sebagaian besar peserta didik beranggapan mata pelajaran fisika khususnya merupakan mata pelajaran yang sulit, karena membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi disamping itu pemikiran secara sistematis. Oleh sebab itu, diperlukan pengajaran fisika yang tidak berfokus pada guru tapi diharapkan pengajaran yang membuat peserta didik aktif, sehingga pemahaman fisika dapat berkesan. Salah satu cara agar peserta didik dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan penggunaan media yang tepat, dengan mewakili semua gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik. Media yang dimaksud untuk mewakili semua gaya belajar yaitu penggunakan media pembelajaran berbasis lab.
       Pada umumnya pembelajaran fisika yang disampaikan melalui media pembelajaran laboratorium peserta didik lebih tertarik. Kegiatan belajar melalui laboratorium menjadikan pembelajaran terpusat pada peserta didik. Peserta didik aktif dalam perumusan masalah, mencoba membuat dugaan, melakukan pengamatan, menganalisa dan belajar menarik kesimpulan, serta belajar mengkomunikasikan hasil pengamatan yang diperoleh. Dengan demikian peserta didik tidak akan merasa  jenuh ataupun bosan. Dengan penggunaan media ini diharapkan dapat membantu mencapai pemahaman lebih dalam pada pokok bahasan yang disajikan dan dalam proses belajar mengajar diharapkan dapat membangkitkan keinginan dan minat, motivasi dan rangsangan kegiatan belajar.
       Penggunaan media berbasis lab disini terdiri atas dua yaitu media berbasis real dan virtual. Medi pembelajaran berbasis real lab yaitu media pembelajaran yang dilakukan di Lab dengan menggunakan alat dan bahan yang berada di Lab (nyata). Sedangkan media pembelajaran berbasis virtual lab. yaitu media pembelajaran menggunakan komputer.
       Kondisi nyata yang ada di SMA Negeri 1 Sinjai berdasarkan observasi dan wawancara, sebenarnya sudah memiliki fasilitas laboratorium IPA beserta alat-alat dan bahan yang bisa digunakan untuk pembelajaran (praktikum). Namun alat-alat dan bahan yang mestinya harus ada dan bisa digunakan untuk media pembelajaran masih sangat kurang memadai khususnya untuk pokok-pokok bahasan esensial baik kelas sepuluh, sebelas maupun dua belas. Hal ini disebabkan karena, rusak, pecah, hilang atau sudah tidak dapat digunakan karena usia alat yang sudah terlalu lama serta perawatan yang kurang sempurna. Sebagian besar alat-alat yang ada secara fisik masih kelihatan bagus tetapi tidak dapat digunakan karena komponen-komponen penting dari alat tersebut sudah banyak yang hilang atau rusak.
       Tidak adanya tenaga khusus seperti laboran, juga dapat menimbulkan kurang baiknya perawatan, penataan dan keselamatan alat-alat dan bahan di laboratourium. Terbatasnya waktu yang dimiliki guru karena harus mengajar dengan jam mengajar yang banyak mengakibatkan sempitnya kesempatan untuk mempersiapkan dan memperbaiki alat-alat laboratorium yang sudah rusak, habis atau dimakan usia. Oleh karena itu perlu ada suatu alternatif penanganan secara nyata untuk tetap berlangsungnya pembelajaran yang optimal, maksimal dan tepat tujuan tanpa harus menggantungkan pada keadaan yang ada. Dengan demikian mutu pembelajaran dan prestasi belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Sinjai tetap dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Saat ini SMA Negeri 1 Sinjai sudah memiliki peralatan komputer yang cukup dan lengkap dengan sambungan wife internet, maka sebagai pendidik profesional diharapkan agar mencoba memanfaatkan media yang ada yaitu komputer.
       Komputer menjadi suatu teknologi informasi yang penting dalam masyarakat karena banyak digunakan dalam kegiatan sekolah, hiburan, bisnis maupun untuk penggunaaan pribadi di rumah. Beberapa tahun terakhir komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Tidak sedikit materi-materi pelajaran yang dapat disampaikan mengggunakan komputer. Pemanfaatan media pembelajaran berbasis komputer dijelaskan Arsyad (2002: 32) “dapat meningkatkan pembelajaran karena berorientasi pada peserta didik dan melibatkan interaktivitas peserta didik yang tinggi”. Selain itu, media komputer dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau guru.
       Penggunaan media ini mempunyai tampilan yang menarik, dalam bentuk gambar, warna dan sedikit efek suara. Dengan media ini peserta didik menjadi termotivasi untuk lebih menekuni materi yang disajikan serta dengan adanya warna komponen yang dianimasikan dapat menambah kemampuan peserta didik dalam menemukan konsep yang harus dikuasai. Dengan kata lain animasi menggunakan komputer, merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran di kelas. Dengan animasi merupakan slah satu solusi pembelajaran yang memerlukan peralatan laboratorium banyak dan waktu persiapan yang relatif lama.
       Berdasarkan uraian di atas, penulis memperoleh pemikiran bahwa dalam hal pemahaman konsep fisika, peserta didik di SMA Negeri 1 Sinjai dapat menggunakan media pembelajaran yang tepat. Hal ini tentu saja tetap memperhatikan pengaruh faktor intrinsik peserta didik sebagai subyek didik. Faktor intrinsik peserta didik dalam hal ini berkaitan dengan ragam gaya belajar yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.
       Melihat interaksi-interaksi tersebut maka diadakanlah penelitian studi kasus ini, penelitian tentang pembelajaran mengggunakan media laboratorium real dan virtual yang berupa animasi komputer interaktif pengaruhnya terhadap pemahaman konsep peserta didik yang mempunyai gaya belajar (learning style) yang berbeda-beda. Gaya belajar yang dimaksud berupa gaya belajar visual (visual leaners), gaya belajar auditorial (auditorial learners) mapun gaya belajar taktual atau kinestetik (kinesthetic learners). Penggunaan media komputer dalam hal ini untuk mendukung penggunaan media virtual laboratory (Virtual Lab) sebagai alternatif dari pembelajaran yang menggunakan alat-alat real laboratory (Real Lab).  

B. Rumusan Masalah
1.    Apakah terdapat pengaruh media pembelajaran  berbasis Virtual Lab   dan Media pembelajaran   berbasis Real Lab   terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai?
2.    Apakah terdapat pengaruh antara Media pembelajaran  berbasis Virtual Lab   dengan gaya belajar visual, kinestetik dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai?
3.    Apakah terdapat pengaruh antara Media pembelajaran  berbasis Real Lab   dengan gaya belajar visual, kinestetik, dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai?
4.   




Apakah terdapat interaksi antara Media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai?



C.    Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui:
1.      Pengaruh Media pembelajaran  berbasis Virtual Lab dan Media pembelajaran   berbasis Real Lab   terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.
2.      Pengaruh antara Media pembelajaran  berbasis Virtual Lab   dengan gaya belajar visual, kinestetik dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.
3.      Pengaruh antara Media pembelajaran  berbasis Real Lab   dengan gaya belajar visual, kinestetik, dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.
4.     



Interaksi antara Media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.

 


D.    Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan terhadap hasil penelitian ini adalah :
1.      Sebagai informasi bagi para tenaga pengajar Fisika  khususnya dan tenaga pengajar umumnya tentang bagaimana efektifitas media pembelajaran terhadap pemahaman konsep.
2.      Sebagai informasi bagi para tenaga pengajar Fisika  khususnya dan tenaga pengajar umumnya tentang bagaimana pengaruh gaya belajar terhadap pemahaman konsep.
3.      Diharapkan dijadikan dasar pemikiran dalam pengambilan keputusan guru dalam memilih Media pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pengajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Pengertian Media Pembelajaran
1.     




Pengertian Media Pembelajaran
      Kata media berasal dari bahasa latin medius dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Sadiman (2002: 6) memerikan batasan pengertian media adalah “segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. AECT (Association of Education and Communication Technology) (1971) memberikan batasan tentang media sebagai “segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi”.
       Dua pengertian tentang media sebagaimana tertera pada paragraf di atas pada menjelaskan bahwa pada prinsipnya media merupakan pembawa pesan atau informasi dari pengirim (guru) kepada penerima (peserta didik). Media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pembelajaran dinamakan media pembelajaran.
       Menurut Gagne’ dan Briggs dalam Azhar Arsyad, (2006: 4) secara implisit mengatakan bahwa “media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang antara lain terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer”. Menurut NEA (National Education Association) mendefinisikan tentang media sebagai “bentuk komunikasi baik cetak maupun audio-visual sehingga dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca”
       Dari beberapa definisi tentang media di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima. Sedangkan media pembelajaran adalah seperangkat benda atau alat yang berfungsi dan digunakan sebagai “pembantu” fasilitator atau pengajar (guru) dalam komunikasi dan interaksi suatu proses pembelajaran dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat peoses penyampaian materi pembelajaran kepada peserta didik. Media dalam pembelajaran dapat berupa segala alat fisik maupun non fisik (software/Virtual Lab) yang dapat menyajikan materi pembelajaran serta dapat merangsang peserta didik untuk belajar.
      Penelitian ini menggunakan media pembelajaran Virtual Lab (electricity) dan Real Lab (kit-listrik) dalam rangka membangun komunikasi dan interaksi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lain dalam kelompoknya selama proses pembelajaran berlangsung melalui metode pembelajaran inkuiri terbimbing. Salah satu teori yang digunakan sebagai landasan penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’ Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Menurut Azhar Arsyad (2003: 9) mengatakan bahwa:  Kerucut pengalaman Dale merupakan pengembangan yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner. Hasil belajar  seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada hal yang abstrak (lambang verbal).
       Hal ini digambarkan dalam sebuah diagram kerucut Edgar Dale seperti gambar 2.1 di bawah ini. Dasar pengembangan kerucut pada gambar berikut bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan (jumlah jenis indra yang turut serta selama penerima isi pengajaran atau pesan). Sagala,2003:168).

Verbal Symbol
Visual Symbol
Radio and Recording
Still Picture
Motion Picture
Educational Television
Exhibition
Study Trips
Demonstrasion
Dramatized Epriences
Contrived Expriences
DirectPuposeful Expriences
       Gambar 2.1. Kerucut pengalaman Dale
      
       Menurut kerucut Edgar Dale di atas dapat dijelaskan bahwa pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan istilah belajar dengan bekerja (learning by doing). Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan (chart), grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam lambang-lambang seperti yang telah disebutkan, indera yang dilibatkan untuk menafsirkanya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran.
       Menurut Azhar arsyad (2003: 11) mengatakan bahwa: Pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interprestasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pemgalaman yang ia terlibat langsung di dalamnya. Artinya bahwa pengalaman langsung yang konkrit sebagai hasil belajar akan menambah tingkat abstraksi seseorang. Sebaliknya kemampuan abstraksi, interpretasi seseorang dapat memahami pengalaman yang dialaminya. Dalam perkembangannya, media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan konvensional. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanik dan elektronik untuk tujuan pengajaran.
       Teknologi yang muncul terahir adalah teknologi mikro-prosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif. Perkembangan teknologi komputer yang pesat saat ini menyebabkan semakin meningkatnya jumlah perangkat keras komputer yang beredar di pasaran dengan harga yang relatif terjangkau. Akibatnya jumlah kepemilikan perangkat komputer, baik oleh lembaga pendidikan ataupun oleh perorangan baik pendidik maupun peserta didik semakin meningkat. Hal ini mendukung pemanfaatan teknologi untuk maksud pengajaran antara lain visualisasi, pemodelan, simulasi, pemetaan dan sebagainya, termasuk didalamnya sebagai media pembelajaran fisika. Komputer dengan perangkat lunak yang dirancang secara khusus, merupakan media yang baik dalam proses pembelajaran fisika. Alat yang digunakan adalah seperangkat unit komputer lengkap dengan software yang dibuat khusus untuk pembelajaran materi fisika.
       Dalam proses pembelajaran, perangkat lunak komputer dapat digunakan untuk memotivasi peserta didik dan memberi penguatan dalam mempelajari konsep-konsep fisika, misalnya pembuatan grafik, analisis, simulasi gejala dan eksperimen. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 1.27) bahwa “komputer dapat digunakan untuk melakukan simulasi percobaan fisika yang sukar atau bahkan tidak dapat dilakukan secara langsung”.
       Penelitian ini dengan inkuiri terbimbing peserta didik dilibatkan untuk mendapatkan pesan informasi pelajaran melalui pengalaman langsung menggunakan media laboratorium baik virtual maupun real. Setelah diskusi hasil percobaan dan mendapatkan kesimpulan sebagai konsep yang sedang dipelajari akan membangun abstraksi peserta didik untuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi berkaitan dengan konsep yang dipelajari tersebut.

2.      Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Media Pembelajaran, menurut Kemp dan Dayton (1985) dalam Azhar Arsyad (2005: 39) dapat memenuhi tiga fungsi utama bila media itu digunakan oleh perorangan atau kelompok, yaitu: “(1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi dan (3) memberi instruksi”. Hal ini berarti bahwa untuk tujuan motivasi, media pembelajaran direalisasikan dengan teknik yang dapat merangsang peserta didik untuk melakukan aktivitas tertentu. Pencapian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai dan emosi. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran digunakan dalam rangka menyajikan informasi di hadapan sekelompok peserta didik. Isi dan bentuk penyajian berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan atau pengetahuan latar belakang.
       Untuk tujuan instruksi, formasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan peserta didik baik secara mental maupun dalam bentuk aktivitas nyata sehingga pembelajaran dapat berlangsung. Kemp dan Dayton dalam Azhar Arsyad (2005:21) juga mengemukakan beberapa manfaat dari media pembelajaran, yaitu: (1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku, (2) pelajaran menjadi lebih  menarik yang memancing motivasi peserta didik untuk belajar, (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif (ada partisipasi peserta didik, umpan balik dan penguatan), dan (4) kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila integrasi kata dan gambar dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara terorganisir dengan baik, spesifik dan jelas.
       Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa manfaat praktis penggunaan media pembelajaran selama proses belajar berlangsung antara lain: (1) pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, (2) penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sifat peserta didik yang pasif sehingga lebih banyak melakukan kegiatan belajar menurut kemampuan dan minatnya, (4) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, dan (5) memberikan perangsang belajar yang sama dengan memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta didik sehingga menimbulkan persepsi yang sama.

3.      Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran
Pemilihan suatu metode pembelajaran tertentu akan mempengaruhi jenis
media pembelajaran yang sesuai. Pengelompokan berbagai jenis media pembelajaran telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Leshin dalam Azhar Arsyad (2005:36) mengklasifikasikan media ke dalam “lima kelompok, yaitu: (1) Media berbasis manusia, (2) Media berbasis cetak, (3) Media berbasis visual, (4) Media berbasis audio visual, dan (5) Media berbasis komputer”.
       Klasifikasi di atas dapat dijelaskan bahwa media berbasis manusia meliputi dosen, guru, instruktur, tutor dan sejenisnya. Media ini bermanfaat bila tujuannya untuk mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan pembelajaran peserta didik. Media berbasis cetak merupakan bahan-bahan yang disiapkan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi. Media ini meliputi buku teks, modul, jurnal, majalah, artikel, brosur dan sejenisnya. Media berbasis visual meliputi buku, gambar atau pictorial, foto, sketsa, diagram, bagan (chart), grafik, peta, poster, kartun, transparansi, slide dan sejenisnya. Media berbasis audio visual meliputi vidoe, film, program slide-tape, televisi dan sejenisnya. Media ini menyampaikan materi menggunakan mesin-mesin mekanik dan elektronik untuk menyajikan pesan audio (melalui indera pendengaran) dan visual (melalui indera penglihatan). Aplikasi komputer dalam pembelajaran dikenal dengan nama Computer-Assisted Instruction (CAI) pembelajaran dengan bantuan komputer. Format penyajian pesan atau informasi dalam CAI meliputi tutorial terprogam, tutorial inteligen, drill dan practice, simulasi dan sejenisnya.
4.      Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif memerlukan teknik perencanaan yang baik. Media sebagai salah satu unsur penting yang akan digunakan dalam proses pembelajaran juga memerlukan perencanaan yang baik. Model perancangan penggunaan media yang efektif dalam pembelajaran yang diajukan oleh Heinich (1982) dalam Azhar Arshad (2005: 67-69) dikenal dengan istilah ASSURE (Analyze learnes characteristic, State objective, Select, or modify media, Utilize, Require learner response, and Evaluate). Model ini menyarankan enam kegiatan utama dalam perancangan pembelajaran, yaitu: ”1). A: Analyze learnes characteristic. 2). S: State objecttive. 3). S: Select, or modify media. 4). U: Utilize. 5). R: Require learner response. 6). E: Evaluate”.
       Enam kegiatan sebagaimana dikemukakan dengan istilah ASSURE di atas dapat dijelaskan langkah demi langkah sebagai berikut. 1). Menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, apakah mereka peserta didik sekolah lanjutan atau perguruan tinggi, anggota organisasi pemuda, perusahaan, jenis kelamin, usia, latar belakang budaya dan sosial ekonomi. 2). Menyatakan atau rumuskan tujuan pembelajaran yaitu perilaku atau kemampuan baru (pengetahuan, ketrampilan, sikap) yang diharapkan dimiliki dan dikuasai peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung. Tujuan ini akan mempengaruhi media dan urutan penyajian serta kegiatan belajar. 3). Memilih, memodifikasi atau merancang / mengembangkan materi / media yang tepat. 4). Menggunakan materi dan media. Setelah memilih materi dan media yang tepat, diperlukan persiapan bagaimana dan berapa banyak waktu yang diperlukan untuk menggunakannya serta mempersiapkan ruangan yang sesuai dengan media tersebut. 5). Meminta tanggapan dari peserta didik. Guru sebaiknya memberi dorongan peserta didik untuk memberikan respon dan umpan balik mengenai keefektifan proses belajar mengajar. Dengan demikian peserta didik menampakkan partisipasi yang lebih besar. 6). Mengevaluasi proses belajar. Tujuan utama evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian peserta didik mengenai tujuan pembelajaran, kefektifan media, motode dan kemampuan guru.
       Berdasarkan uraian di atas, kriteria pemilihan media bersumber dari pemikiran bahwa media merupakan bagian dari sistem pembelajaran secara keseluruhan. Suatu media dapat dikategorikan baik, bila bersifat efisien, efektif dan komunikatif. Efisien artinya mempunyai daya guna ditinjau dari penggunaan waktu dan tempat. Suatu media dikatakan efisien jika penggunaannya mudah, dalam waktu yang relatif singkat dapat mencakup materi yang luas dan tempat yang cukup. Sedangkan efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi pesan yang disampaikan dan kepentingan peserta didik yang sedang belajar. Komunikatif artinya media tersebut mudah untuk dimengerti maksudnya, mudah dipahami penggunaannya oleh peserta didik.

B.     Media Berbasis Laboratorium
1.      Kerja Laboratorium
       Fisika sebagai ilmu yang memiliki ciri khas tersendiri yang memerlukan pendekatan tertentu dalam mempelajari dan mengajarkanya. Menurut Druxes dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 24) mengatakan bahwa ”eksperimen merupakan suatu pendekatan yang cocok digunakan untuk mengajarkan sains (pusat pengajaran fisika)”. Bahkan Trowbridge dan Bybee dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 24) mengatakan juga bahwa ”sains bukanlah sains yang sesungguhnya kalau tidak disertai oleh percobaan dan kerja laboratorium”.
       Pendapat di atas jelas bahwa proses pembelajaran fisika yang disampaikan secara konvensional (ceramah saja), peserta didik hanya cenderung menguasai konsep-konsep fisika yang sangat sedikit bahkan tanpa memperoleh keterampilan sama sekali. Hal ini berbeda jika proses belajar mengajar dilakukan melalui kegiatan praktikum (kerja laboratorium), peserta didik tidak hanya melakukan olah pikir (minds-on) tetapi juga olah tangan (hands-on). Eksperimen atau praktikum fisika di laboratorium merupakan bagian integral dari pengajaran ilmu alam (fisika) sehingga percobaanpercobaan yang dilakukan di laboratorium dapat memberi kesempatan secara nyata untuk berhadapan dengan gejala fisika yang dibahas.
       Dalam pembelajaran fisika dan sains secara umum, kegiatan praktikum memiliki peranan yang sangat penting. Head dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 128) menyatakan bahwa tiga hal yang mendukung pentingnya kegiatan praktikum dalam pembelajaran sains, yaitu: ”(1) dapat memotivasi peserta didik dalam belajar, (2) memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan (3) meningkatkan kualitas belajar peserta didik”. Dalam kerja laboratorium (eksperimen) peserta didik dapat merencanakan dan melibatkan diri dalam investigasi sehingga mereka dapat mengidentifikasi masalah, mendesain cara kerja, dan membuat keputusan sendiri sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami konsep dan prinsip secara lebih baik.
       Disamping memiliki kelebihan, kerja laboratorium juga memiliki beberapa kekurangan. Menurut Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 2.5) kekurangan dari kerja laboratorium adalah ”tersitanya waktu atau dengan kata lain, waktu yang disediakan terlalu sempit, dan peserta didik tidak menyelesaikan kerja laboratorium mereka”. Alat juga menjadi masalah bagi beberapa sekolah yang sumber daya laboratoriumnya terbatas. Meskipun demikian, pembelajaran fisika melalui kerja laboratorium seharusnya tetap dilaksanakan. Melalui kerja laboratorium, eksperimen yang menjadi pusat pelajaran fisika akan tetap dapat dilaksanakan.

a.      Laboratorium Real
Lunetta (1998, p. 249) dalam Susan R. Singer, 2005 p. 31). mendefinisikan bahwa: “laboratories as experiences in school settings in which students interact with materials to observe and understand the natural world”. Artinya bahwa laboratorium sebagai tempat pengalaman di sekolah yang di dalamnya para peserta didik berinteraksi dengan benda-benda untuk mengamati dan memahami alam semesta).
       Sedangkan Hegarty-Hazel (1990, p. 4) mendefinisikan bahwa:
laboratory work as: a form of practical work taking place in a purposely assigned environment where students engage in planned learning experiences…. and interact with materials to observe and understand phenomena (Some forms of practical work such as field trips are thus excluded).

Artinya bahwa laboratorium sebagai suatu tempat kerja praktis yang menarik di dalam sebuah lingkungan belajar dimana para peserta didik terlibat dalam pengalaman belajar berencana dan berinteraksi dengan benda-benda untuk mengamati dan mengerti kejadian alam, salah satunya adalah studi lapangan).
       Rudolph (2002, p. 131 in Susan, 2005, p. 33) mendefinisikan bahwa: laboratory experiences provide opportunities for students to interact directly with the material world (or with data drawn from the material world), using the tools, data collection techniques, models, and theories of science. A “laboratory” was a way of thinking about scientific investigations an intellectual process rather than a building with specialized equipment.

Artinya bahwa pengalaman laboratorium memberikan kesempatan banyak kepada peserta didik untuk berinteraksi langsung dengan benda-benda dalam kehidupan atau dengan menarik data dari benda dalam kehidupan). Laboratorium adalah suatu jalan pemikiran tentang penyelidikan ilmiah pada proses intelektual yang tepat dari pada suatu bangunan dengan perlengkapan spesial).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laboratorium adalah suatu tempat dimana para pelajar melakukan observasi ilmiah atau sains dan juga merupakan tempat dimana ilmu pengetahuan dapat digunakan. Laboratorium sains memungkinkan para pelajar untuk menggunakan informasi, untuk membangun konsep umum, untuk menentukan masalah baru, untuk menjelaskan sebuah observasi atau ketidaksesuaian pada alam atau untuk membuat keputusan (kesimpulan).
Istilah laboratorium real (Real Lab) digunakan untuk laboratorium yang sebenarnya atau laboratorium nyata, yaitu suatu laboratorium yang semua alat bahan yang digunakan untuk keperluan kegiatan praktikum adalah benar-benar nyata (bisa dipegang dan dilihat). Dalam hal ini laboratorium yang dimaksudkan adalah sebagaimana laboratorium fisika yang dimiliki dan digunakan di sekolah-sekolah untuk melaksanakan kegiatan eksperimen atau praktikum pada umumnya.

b.      Laboratorium Virtual
       Laboratorium virtual disingkat Virtual Lab berasal dari bahasa Jepang dari kata “Virtual Lab (.....LAB) is a Japanese-exclusive puzzle game for the Virtual Boy.” (http://en.wikipedia.org/wiki/Virtual_Lab). Artinya Virtual Lab adalah sebuah permainan khusus teka-teki untuk anak laki-laki Jepang. “The Virtual Laboratory is an interactive environment for creating and conducting simulated experiments: a playground for experimentation.” (http://pages.cpsc. ucalgary.ca/~pwp/bmv/vlab-for-linux/htmldocs/environment.html). Artinya Laboratorium Virtual adalah sebuah lingkungan interaktif untuk menciptakan dan melakukan simulasi percobaan: sebuah tempat bermain untuk pelaksanaan percobaan. NESCO memberikan definisi: “Visual laboratory is an electronic workspace for distance collaboration and experimentation in research or other creative ctivity, to generate and deliver results using distributet information and communication technologies.” Artinya Laboratorium visual adalah tempat kerja elektronik utuk kerjasama dan percobaan jarak jauh dalam penelitian atau kegiatan kreatif lainnya untuk menghasilkan dan menyampaikan hasil menggunakan penyebaran informasi dan teknonolgi komunikasi.
       Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laboratorium virtual (Virtual Lab) merupakan laboratorium dengan alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan praktikum berupa seperangkat komputer lengkap dengan program aplikasi (software) yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen. Software ini berisi animasi-animasi alat bahan dan desain interaktif untuk kegiatan eksperimen. Jadi peserta didik tinggal menjalankan eksperimen sesuai dengan lembar kerja yang telah disediakan. Dalam laboratorim virtual (Virtual Lab) peserta didik dapat mengumpulkan data dengan cepat dalam situasi apapun, dan juga memungkinkan untuk melakukan eksperimen yang tidak dapat dilakukan di laboraturium real pada umumnya. Dengan kerja laboratorium virtual peserta didik bisa melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu gejala alam yang mungkin sulit dilihat jika dengan pengamatan biasa. Selain itu peserta didik juga bisa melakukan eksperimen dengan aman apabila eksperimen yang sebenarnya berbahaya. Namun, eksperimen yang dilakukan di laboratorium virtual (simulasi), peserta didik tidak banyak memperoleh olah tangan untuk mendapatkan keterampilan teknis seperti di laboratorium nyata, melainkan hanya mendapatkan olah tangan untuk mengoperasikan komputer.
       Berkenaan dengan masalah biaya, bagi lembaga pendidikan (sekolah), penggunaan laboratorium virtual tergolong murah. Untuk dapat mengaplikasikanya hanya dibutuhkan seperangkat komputer dan softwarenya. Komputer tidak hanya digunakan untuk praktikum saja, melainkan dapat juga digunakan untuk kepentingan lain seperti pelatihan keterampilan komputer, pelatihan IT, dan kegiatan pembelajaran. Lembaga pendidikan seperti sekolah yang sudah memiliki laboratorium komputer, penggunaan laboratorium virtual akan terasa sangat murah jika dibandingkan dengan eksperimen yang memerlukan laboratorium real (real experiment) dengan alat dan bahan yang harganya relatif mahal.

2.      Fungsi dan Peranan Laboratorium Fisika
       Fungsi dan peranan laboratorium fisika sebagaimana diungkapkan dalam petunjuk pengelolaaan laboratorium yang diterbitkan oleh Depdikbud (1999: 6) adalah “sebagai sumber belajar, metode pembelajaran dan prasarana endidikan.” Laboratorium sebagai sumber belajar artinya laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah atau melakukan percobaan sehingga berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran fisika yang variasinya meliputi cognitive domain, affective domain dan phsychomotor domain, dapat digali, ditetapkan dan diungkapkan serta dikembangkan.
       Laboratorium sebagai metode pembelajaran artinya dua metode penting dalam kegiatan di laboratorium akan dapat menghasilkan produk fisika. Dua metode penting yang dimaksud adalah metode pengamatan (observation method) dan metode percobaan (experimental method). Sedangkan laboratorium sebagai sarana pendidikan artinya sebagai wadah proses belajar mengajar. Ruang laboratorium yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.

C.    Gaya Belajar
1.      Pengertian Gaya Belajar
       Gaya belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat menentukan bagi siapapun dalam melaksanakan tugas belajarnya baik di rumah, di masyarakat, terutama di sekolah. Siapapun dapat belajar dengan lebih mudah, ketika ia menemukan gaya belajar yang cocok dengan dirinya sendiri.
       Sebagai seorang guru, kita harus dapat memahami masing-masing gaya belajar peserta didik kita, agar gaya mengajar kita betul-betul serasi. Tidak jarang kegagalan peserta didik di sekolah bukan karena kebodohannya, bisa jadi karena ketidak serasian gaya belajar antara guru dan peserta didiknya. Jika guru menyadari bahwa setiap peserta didik memiliki cara yang berbeda dalam menyerap dan mempelajari informasi. Tentu guru akan mengajar dengan berbagai cara yang berbeda atau mengajar dengan cara-cara yang lain dari Media mengajar yang standar. Dengan gaya mengajar yang berbeda-beda tentu sangat membantu bagi peserta didik dalam memahami informasi atau materi pelajaran yang disampaikan.
       Sesungguhnya gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Kebanyakan kita belajar dengan banyak gaya, namun biasanya kita lebih menyukai satu cara dari pada berbagai cara yang ada. Dalam teori perkembangan konvergensi dari William Stern dijelaskan bahwa perkembangan pribadi manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal bawaan (herediter) dan faktor eksternal (lingkungan) dimana individu itu berada. Kedua faktor ini satu sama lainnya saling mempengaruhi terhadap pembentukan kepribadian. Sehubungan dengan itu, maka dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan, agar bisa mencapai kualitas yang optimal harus memperhatikan kedua hal tersebut di atas yaitu keserasian antara faktor internal dan eksternal. Sejalan dengan teori konvergensi, seorang guru harus bisa mengetahui karakter peserta didiknya dan berusaha untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang sesuai dengan sifat dan tingkat kematangan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik. Oleh karena itu diperlukan suatu konsep gaya belajar yang akomodatif terhadap kepentingan tersebut. Rita Dunn, seorang pelopor gaya belajar banyak menemukan variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang yaitu: mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Misalnya: ada sebagian orang dapat belajar dengan baik jika cahaya terang, sedang sebagian yang lain dengan cahaya suram. Dan ada yang senang bila belajar secara berkelompok, sedang yang lain senang memilih figur otoriter, seperti orangtua, atau guru, dan yang lain lagi senang dan lebih efektif bila belajar secara sendiri. Juga ada yang belajar dengan mendengar musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat konsentrasi, kecuali dalam suasana sepi. Bahkan ada yang belajar dengan lingkungan yang teratur dan rapi, tetapi lebih suka menggelar segala sesuatunya agar semua terlihat (Bobbi Deporter, 2004).

2.      Macam-macam Gaya Belajar
       Michael Grinder, pengarang Righting Education Conveyor Belt, mencatat ada tiga modalitas belajar yaitu visual, auditif dan kinestik. Modalitas belajar visual yaitu belajar dengan cara melihat (menggunakan mata), modalitas belajar auditif yaitu belajar dengan cara mendengar (menggunakan telinga), sedangkan modalitas kinestik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh (menggunakan tangan).
       Sebelum proses pembelajaran, sebaiknya langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang guru adalah mengenali modalitas seseorang peserta didik apakah sebagai modalitas visual, auditif atau kinestik. Orang visual belajar akan lebih baik melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditif akan lebih mengerti melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestik belajar lewat gerak dan sentuhan. Walaupun masing-masing dari mereka belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini, pada tahapan tertentu kebanyakan akan lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya. Untuk dapat mengenali dengan baik, berikut ini diuraikan ciri-ciri perilaku yang cocok dengan modalitas belajar seseorang:

a.       Visual (belajar dengan cara melihat)
Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi peserta didik yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan (visual), dalam hal ini Media pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak/dititikberatkan pada peragaan/media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada peserta didik atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
v  Ciri-ciri gaya belajar visual :
1.     Bicara agak cepat
2.     Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3.     Tidak mudah terganggu oleh keributan
4.     Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5.     Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6.     Pembaca cepat dan tekun
7.     Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
8.     Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9.     Lebih suka musik dari pada seni
10. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
v  Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1.     Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2.     Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3.     Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4.     Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5.     Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.

 

b.      Auditif (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Peserta didik yang bertipe auditif mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan peserta didiknya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditif dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditif dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditif lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditif mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

v  Ciri-ciri gaya belajar auditif :
1.     Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
2.     Penampilan rapi
3.     Mudah terganggu oleh keributan
4.     Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
5.     Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6.     Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7.     Biasanya ia pembicara yang fasih
8.     Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9.     Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10.  Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11.  Berbicara dalam irama yang terpola
12.  Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
v  Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditif :
1.     Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas.
2.     Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3.     Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4.     Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5.     Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.

c.       Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Peserta didik yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
v  Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1.      Berbicara perlahan
2.      Penampilan rapi
3.       Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4.      Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5.      Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6.      Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7.      Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8.      Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
9.      Menyukai permainan yang menyibukkan
10.  Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
11.  Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
v  Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:
1.      Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2.      Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contoh- nya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3.      Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
Gaya belajar dapat menentukan hasil belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.

D.    Pemahaman Konsep
       Salah satu tujuan pengajaran yang penting adalah membantu peserta didik memahami konsep utama dalam suatu subjek, bukan sekedar mengingat fakta yang terpisah-pisah. Pemahaman konsep akan berkembang apabila guru dapat membantu peserta didik mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi contoh yang tepat dan menarik dari suatu konsep (Santrock dalam Khaerani, 2010:16)
      Menurut kamus ilmiah populer, kata konsep secara etimologi adalah ide umum, pemikiran, rancangan atau rencana dasar. Sedang, dalam kamus Bahasa Indonesia konsep diartikan sebagai rancangan. Sedangkan menurut Trianto (2010;189) konsep adalah materi pembelajaran dalam bentuk defenisi/ batasan atau pengertian dari suatu objek, baik yang bersifat abstrak maupun konkret.
      Menurut Gagne (dalam subhan, 2007) ,belajar konsep adalah kegiatan mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu sebagai suatu kelas, disebabkan adanya sifat yang sama tersebut. Seorang peserta didik dikatakan telah memahami konsep apabila ia telah mampu mengenali dan mengabstraksi sifat yang sama tersebut, yang merupakan ciri khas dari konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi terhadap konsep tersebut. Artinya, peserta didik telah memahami keberadaan konsep tersebut tidak lagi terkait dengan suatu benda konkret tertentu atau peristiwa tertentu tetapi bersifat umum.
      Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam memahami materi peserta didik tidak hanya dituntut sebatas mengingat namun peserta didik diharapkan untuk mampu mendefinisikan. Kemampuan peserta didik dalam mendefinisikan menunjukan adanya pemahaman konsep yang baik terhadap suatu materi pelajaran.
      Aspek pertama dari pemahaman  menurut rahmah (2010) yakni kemampuan untuk menjelaskan. Daya jelas sebuah penjelasan dapat dilihat dari relevansi dan kebenaran penjelasan itu. Seorang peserta didik menjelaskan bahwa air mendidih pada suhu 100°C disebabkan karena cahaya merambat lurus, tentu saja hal ini tidak relevan sehingga penjelasan tersebut tidak dapat diterimanya sebagai suatu penjelasan. Begitu pula bila dikatakan bahwa energi yang dimiliki air pada suhu tersebut cukup besar untuk merubah tekanan dalamnya, mungkin relevan tetapi tidak benar, sehingga penjelasan inipun belum dapat diterima sebagai sebuah penjelasan sesuai dengan batasan tersebut.
      Aspek pemahaman berikutnya adalah pengenalan. Pengenalan adalah suatu proses dimana seseorang mengetahui atau menyadari bahwa sesuatu itu adalah biasa yang pernah ia jumpai sebelumnya. Di dalam proses belajar mengajar, sesuatu yang pernah dibaca, dipelajari, atau dialami, akan muncul kembali dalam bentuk yang berbeda. Namun kemudian kadang-kadang seseorang gagal dalam mengenali kembali sesuatu yang pernah dialaminya dalam pengalaman yang lalu. Sebaliknya, suatu stimulu yang sungguh-sungguh baru maupun dikenalnya karena dianggap pernah dilihat atau dialami pada masa yang lampau. (rahmah Khaerani, 2010).
      Aspek yang ketiga dari pemahaman adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan atau melakukan interpretasi. Di dalam fisika, penarikan kesimpulan atau interpretasi terutama didasarkan atas hasil pengamatan. Hasil pengamatan atau pengukuran biasanya disajikan dalam bentuk grafik atau tabel sehingga peserta didik diharapkan dapat menginterpretasikan data atau menarik kesimpulan berdasarkan grafik atau tabel tersebut. Makin teliti pengamatan yang dilakukan, makin besar peluang untuk dapat menarik kesimpulan dengan baik.
      Dari ketiga aspek pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa memahami bukan hanya sekedar mengetahui yang terbatas hanya pada mengingat kembali yang pernah dialami atau dapat memproduksi yang pernah dipelajari sesuai dengan yang terdapat dalam buku tes. Pemahaman melibatkan berbagai proses mental sehingga sifatnya lebih dinamis. Dari uraian di atas maka yang disebut dengan pemahaman konsep adalah kemampuan untuk memperoleh makna dari ide abstrak sehingga dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuat objek atau kejadiaan tertentu.
      Beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan pembelajaran terkait dengan kemampuan memahami konsep , adalah sebagai berikut.
a.       Mengenal konsep/ide fisika melalui pengamatan beberapa contoh
b.      Memberikan contoh lain
c.       Memberikan non contoh
d.      Melakukan perhitungan sederhana, menerapkan prinsip/aturan secara rutin. (Depdiknas, dalam Subhan; 2007)
             Adapun kriteria dari pemahaman konsep adalah:
a.       Menyatakan ulang sebuah konsep ;
b.      Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya
c.       Memberi contoh dan non contoh dari konsep ;
d.      Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi fisis ;
e.       Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu;
f.       Mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.

E.     Hipotesis
      Berdasar dari uraian latar belakang dan penelusuran literatur yang dilakukan penulis, maka dapat ditarik suatu hipotesis bahwa
1.      Terdapat pengaruh Media pembelajaran  berbasis Virtual Lab  dan Media pembelajaran  berbasis Real Lab  terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.
2.      Terdapat interaksi antara Media pembelajaran  berbasis Virtual Lab dengan gaya belajar visual, kinestetik dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.
3.      Terdapat interaksi antara Media pembelajaran berbasis Real Lab  dengan gaya belajar visual, kinestetik, dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.
4.      Terdapat interaksi antara Media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1  Sinjai.

BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
       Jenis penelitian ini adalah true eksperimen, dengan treatment by level design 2 x 2, mempunyai dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pertama (variable perlakuan) adalah media pembelajaran, variabel bebas kedua (variabel atribut) adalah gaya belajar, sedang variabel terikat adalah Pemahaman konsep Fisika.
Tabel 1 Treatment by Level Design
Gaya Belajar
(B)
Media Pembelajaran (A)
A1
A2
B1
A1B1
A2B1
B2
A1B2
A2B2
B3
A1B3
A2B3

Keterangan:
A           : Media Pembelajaran
B            : Gaya Belajar Peserta didik
A1         : Media pembelajaran berbasis Virtual Lab
A2         : Media pembelajaran berbasis Real Lab
B1          : Gaya belajar visual
B2          : Gaya belajar auditif
B3          : Gaya belajar kinestetik
A1B1     : Kelompok peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual yang diajar dengan Media pembelajaran berbasis Virtual Lab.
A2B1     : Kelompok peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual yang diajar dengan Media pembelajaran  berbasis Real Lab.
A1B2     : Kelompok peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditif yang diajar dengan Media pembelajaran berbasis Virtual Lab.
A2B2     : Kelompok peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditif yang diajar dengan Media pembelajaran  berbasis Real Lab.
A1B3     : Kelompok peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik yang diajar dengan Media pembelajaran berbasis Virtual Lab.
A2B3     : Kelompok peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik yang diajar dengan Media pembelajaran  berbasis Real Lab.


B.     Waktu dan Tempat Penelitian
       Penelitian ini dilakukan di SMA Neg. 1 Sinjai pada kelas X semester 2 tahun ajaran 2011/2012. Sedangkan waktu penelitian ini dimulai bulan Januari 2013 dan berakhir pada bulan Maret 2013.

C.    Populasi dan Sampel
       Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh  peserta didik kelas X SMA Neg. 1 Sinjai yang terdiri dari 7 kelas yaitu kelas X1 sampai kelas X7. Sedangkan sampel ditentukan dengan teknik cluster random sampling (acak).  
      
D.    Variabel Penelitian
       Dalam penelitian ini ada beberapa variabel penelitian yang perlu diperhatikan yaitu:
1.      Variabel bebas (variable perlakuan), yaitu Media pembelajaran berbasis lab dengan Virtual dan Real Lab.
2.      Variabel bebas (variable atribut), yaitu Gaya belajar yang dimiliki oleh Siswa yang diteliti.
3.      Variabel terikat, yaitu pemahaman konsep fisika peserta didik yang ingin dicapai setelah mendapatkan suatu perlakuan baru.

E.     Teknik Pengumpulan Data
       Teknik pengumpulan data untuk pemahaman konsep dengan menggunakan Media tes, dan gaya belajar peserta didik menggunakan angket.




DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Bumi Aksara, Jakarta.


Arikunto, S. 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka Cipta, Jakarta.

Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran. Jakarta. PT. Grasindo

Dahar, R.W. 1988, Teori-teori Belajar, Erlangga, Bandung.
Haling, dkk. 2007, Belajar dan Pembelajaran, Badan Penerbit Universitas Negeri     Makassar, Makassar.

Hamalik, O. 2004, Proses Belajar Mengajar, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Koes H, S. 2003, Strategi Pembelajaran fisika, JICA, Malang.
Michael Grinder, Righting Education Conveyor Belt.  Rineka Cipta, Jakarta

Mulyasa, E. 2008, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran yang Kreatif dan Menyenangkanl, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sabri, A. 2005, Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching, Quantum Teaching, Jakarta.

Sanjaya, W. 2006, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta.

Subana, dkk. 2000, Statistik Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung.
Sudjana, 2005, Metoda Statistik, Tarsito, Bandung.
Sugiyono, 2007. Media Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, Kualitatif dan R&D), Alfabeta, Bandung.

Sudirman. 1991. Model-Model pembeelajaran. Kencana, Jakarta.
Syafruddin dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Quantum Teaching, Jakarta.

Tiro, M. A. 2001. Dasar-dasar Statistika (Edisi Revisi), Makassar State University Press, Makassar.

Trianto. 2007. Model – model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta.Prestasi Pustaka, Jakarta.

Uno, H.B. 2007, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar mengajar yang kreatif dan efektif, PT. Bumi Aksara, Jakarta.