BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta perbaikan kegiatan belajar dan mengajar harus diupayakan
secara maksimal agar mutu pendidikan meningkat. Hal ini dilakukan karena
majunya pendidikan membawa implikasi meluas terhadap pemikiran manusia dalam
berbagai bidang sehingga setiap generasi muda harus belajar banyak untuk
menjadi manusia terdidik sesuai dengan tuntunan zaman.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi semakin lama akan semakin maju agar dapat
mendorong upaya dalam pembaharuan dan pemanfaatan teknologi dalam proses
belajar mengajar. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan inovasi proses pembelajaran dalam memasuki dunia
teknologi. Untuk memasuki dunia persaingan yang berbasis teknologi maka dalam
pembelajaran di sekolah peserta didik perlu dibekali kompetensi yang cukup agar
mampu berperan aktif dalam masyarakat sebagai sumber daya manusia yang
berkualitas.
Selain pemanfaatan teknologi, pendidikan
juga memegang peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila peserta didik
dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang
baik. Hasil belajar
seseorang, ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yaitu, kemampuan guru
(profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan media yang tepat,
yang memberi kemudahan bagi peserta didik untuk mempelajari materi pelajaran,
sehingga menghasilkan pembelajaran
yang lebih baik dengan pemahaman konsep yang baik.
Kenyataan dilapangan sebagaian besar
peserta didik beranggapan mata pelajaran fisika khususnya merupakan mata
pelajaran yang sulit, karena membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi disamping
itu pemikiran secara sistematis. Oleh sebab itu, diperlukan pengajaran fisika
yang tidak berfokus pada guru tapi diharapkan pengajaran yang membuat peserta
didik aktif, sehingga pemahaman fisika dapat berkesan. Salah satu cara agar
peserta didik dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan penggunaan
media yang tepat, dengan mewakili semua gaya belajar yang dimiliki oleh peserta
didik. Media yang dimaksud untuk mewakili semua gaya belajar yaitu penggunakan media
pembelajaran berbasis lab.
Pada umumnya pembelajaran fisika yang
disampaikan melalui media pembelajaran laboratorium peserta didik lebih
tertarik. Kegiatan belajar melalui laboratorium menjadikan pembelajaran
terpusat pada peserta didik. Peserta didik aktif dalam perumusan masalah,
mencoba membuat dugaan, melakukan pengamatan, menganalisa dan belajar menarik
kesimpulan, serta belajar mengkomunikasikan hasil pengamatan yang diperoleh.
Dengan demikian peserta didik tidak akan merasa
jenuh ataupun bosan. Dengan penggunaan media ini diharapkan dapat
membantu mencapai pemahaman lebih dalam pada pokok bahasan yang disajikan dan dalam
proses belajar mengajar diharapkan dapat membangkitkan keinginan dan minat,
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar.
Penggunaan media berbasis lab disini
terdiri atas dua yaitu media berbasis real dan virtual. Medi pembelajaran
berbasis real lab yaitu media pembelajaran yang dilakukan di Lab dengan
menggunakan alat dan bahan yang berada di Lab (nyata). Sedangkan media
pembelajaran berbasis virtual lab. yaitu media pembelajaran menggunakan
komputer.
Kondisi nyata yang ada di SMA Negeri 1 Sinjai
berdasarkan observasi dan wawancara, sebenarnya sudah memiliki fasilitas
laboratorium IPA beserta alat-alat dan bahan yang bisa digunakan untuk
pembelajaran (praktikum). Namun alat-alat dan bahan yang mestinya harus ada dan
bisa digunakan untuk media pembelajaran masih sangat kurang memadai khususnya
untuk pokok-pokok bahasan esensial baik kelas sepuluh, sebelas maupun dua
belas. Hal ini disebabkan karena, rusak, pecah, hilang atau sudah tidak dapat
digunakan karena usia alat yang sudah terlalu lama serta perawatan yang kurang
sempurna. Sebagian besar alat-alat yang ada secara fisik masih kelihatan bagus
tetapi tidak dapat digunakan karena komponen-komponen penting dari alat
tersebut sudah banyak yang hilang atau rusak.
Tidak adanya tenaga khusus seperti
laboran, juga dapat menimbulkan kurang baiknya perawatan, penataan dan
keselamatan alat-alat dan bahan di laboratourium. Terbatasnya waktu yang
dimiliki guru karena harus mengajar dengan jam mengajar yang banyak mengakibatkan
sempitnya kesempatan untuk mempersiapkan dan memperbaiki alat-alat laboratorium
yang sudah rusak, habis atau dimakan usia. Oleh karena itu perlu ada suatu
alternatif penanganan secara nyata untuk tetap berlangsungnya pembelajaran yang
optimal, maksimal dan tepat tujuan tanpa harus menggantungkan pada keadaan yang
ada. Dengan demikian mutu pembelajaran dan prestasi belajar peserta didik di
SMA Negeri 1 Sinjai tetap dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Saat ini SMA
Negeri 1 Sinjai sudah memiliki peralatan komputer yang cukup dan lengkap dengan
sambungan wife internet, maka sebagai pendidik profesional diharapkan agar mencoba
memanfaatkan media yang ada yaitu komputer.
Komputer menjadi suatu teknologi
informasi yang penting dalam masyarakat karena banyak digunakan dalam kegiatan
sekolah, hiburan, bisnis maupun untuk penggunaaan pribadi di rumah. Beberapa
tahun terakhir komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Tidak sedikit materi-materi
pelajaran yang dapat disampaikan mengggunakan komputer. Pemanfaatan media
pembelajaran berbasis komputer dijelaskan Arsyad (2002: 32) “dapat meningkatkan
pembelajaran karena berorientasi pada peserta didik dan melibatkan
interaktivitas peserta didik yang tinggi”. Selain itu, media komputer dapat
dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau guru.
Penggunaan media ini mempunyai tampilan
yang menarik, dalam bentuk gambar, warna dan sedikit efek suara. Dengan media
ini peserta didik menjadi termotivasi untuk lebih menekuni materi yang
disajikan serta dengan adanya warna komponen yang dianimasikan dapat menambah
kemampuan peserta didik dalam menemukan konsep yang harus dikuasai. Dengan kata
lain animasi menggunakan komputer, merupakan suatu alternatif yang dapat
digunakan sebagai media pembelajaran di kelas. Dengan animasi merupakan slah
satu solusi pembelajaran yang memerlukan peralatan laboratorium banyak dan
waktu persiapan yang relatif lama.
Berdasarkan uraian di atas, penulis
memperoleh pemikiran bahwa dalam hal pemahaman konsep fisika, peserta didik di
SMA Negeri 1 Sinjai dapat menggunakan media pembelajaran yang tepat. Hal ini
tentu saja tetap memperhatikan pengaruh faktor intrinsik peserta didik sebagai
subyek didik. Faktor intrinsik peserta didik dalam hal ini berkaitan dengan
ragam gaya belajar yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.
Melihat interaksi-interaksi tersebut maka
diadakanlah penelitian studi kasus ini, penelitian tentang pembelajaran
mengggunakan media laboratorium real dan virtual yang berupa animasi komputer
interaktif pengaruhnya terhadap pemahaman konsep peserta didik yang mempunyai
gaya belajar (learning style) yang berbeda-beda. Gaya belajar yang dimaksud
berupa gaya belajar visual (visual leaners), gaya belajar auditorial
(auditorial learners) mapun gaya belajar taktual atau kinestetik (kinesthetic
learners). Penggunaan media komputer dalam hal ini untuk mendukung penggunaan
media virtual laboratory (Virtual Lab) sebagai alternatif dari pembelajaran
yang menggunakan alat-alat real laboratory (Real Lab).
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
terdapat pengaruh media pembelajaran berbasis Virtual Lab dan Media
pembelajaran berbasis Real Lab terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik
SMA Neg. 1 Sinjai?
2. Apakah
terdapat pengaruh antara Media pembelajaran berbasis Virtual Lab dengan gaya belajar visual, kinestetik dan auditif
terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1 Sinjai?
3. Apakah
terdapat pengaruh antara Media pembelajaran berbasis Real Lab dengan gaya belajar visual, kinestetik, dan auditif
terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1 Sinjai?
4.
Apakah terdapat interaksi antara Media pembelajaran dengan
gaya belajar terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1 Sinjai?
|
|
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui:
1. Pengaruh
Media pembelajaran berbasis Virtual Lab dan
Media pembelajaran berbasis Real Lab terhadap pemahaman konsep fisika peserta
didik SMA Neg. 1 Sinjai.
2. Pengaruh
antara Media pembelajaran berbasis Virtual
Lab dengan gaya belajar visual,
kinestetik dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg.
1 Sinjai.
3. Pengaruh
antara Media pembelajaran berbasis Real
Lab dengan gaya belajar visual,
kinestetik, dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg.
1 Sinjai.
4.
Interaksi antara Media pembelajaran dengan gaya belajar
terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1 Sinjai.
|
|
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan terhadap hasil penelitian ini
adalah :
1.
Sebagai informasi bagi para tenaga pengajar
Fisika khususnya dan tenaga pengajar
umumnya tentang bagaimana efektifitas media pembelajaran terhadap pemahaman konsep.
2.
Sebagai informasi bagi para tenaga pengajar
Fisika khususnya dan tenaga pengajar
umumnya tentang bagaimana pengaruh gaya belajar terhadap pemahaman konsep.
3.
Diharapkan dijadikan dasar pemikiran dalam pengambilan
keputusan guru dalam memilih Media pembelajaran yang tepat dalam kegiatan
pengajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Media Pembelajaran
1.
Pengertian Media
Pembelajaran
|
|
Kata media
berasal dari bahasa latin medius dan merupakan bentuk jamak dari kata medium,
yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa
Arab, media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima. Sadiman (2002: 6) memerikan batasan pengertian media adalah “segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian peserta
didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. AECT (Association of
Education and Communication Technology) (1971) memberikan batasan tentang media
sebagai “segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi”.
Dua
pengertian tentang media sebagaimana tertera pada paragraf di atas pada
menjelaskan bahwa pada prinsipnya media merupakan pembawa pesan atau informasi
dari pengirim (guru) kepada penerima (peserta didik). Media yang membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud pembelajaran
dinamakan media pembelajaran.
Menurut
Gagne’ dan Briggs dalam Azhar Arsyad, (2006: 4) secara implisit mengatakan
bahwa “media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran, yang antara lain terdiri atas buku, tape
recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai),
foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer”. Menurut NEA (National Education
Association) mendefinisikan tentang media sebagai “bentuk komunikasi baik cetak
maupun audio-visual sehingga dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca”
Dari
beberapa definisi tentang media di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari
pengirim kepada penerima. Sedangkan media pembelajaran adalah seperangkat benda
atau alat yang berfungsi dan digunakan sebagai “pembantu” fasilitator atau
pengajar (guru) dalam komunikasi dan interaksi suatu proses pembelajaran dengan
tujuan untuk mempermudah dan mempercepat peoses penyampaian materi pembelajaran
kepada peserta didik. Media dalam pembelajaran dapat berupa segala alat fisik
maupun non fisik (software/Virtual Lab) yang dapat menyajikan materi
pembelajaran serta dapat merangsang peserta didik untuk belajar.
Penelitian
ini menggunakan media pembelajaran Virtual Lab (electricity) dan Real Lab
(kit-listrik) dalam rangka membangun komunikasi dan interaksi antara guru
dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lain dalam
kelompoknya selama proses pembelajaran berlangsung melalui metode pembelajaran
inkuiri terbimbing. Salah satu teori yang digunakan sebagai landasan penggunaan
media dalam proses belajar adalah Dale’ Cone of Experience (Kerucut Pengalaman
Dale). Menurut Azhar Arsyad (2003: 9) mengatakan bahwa: Kerucut pengalaman Dale merupakan pengembangan
yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai
dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan
seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada hal yang abstrak
(lambang verbal).
Hal ini
digambarkan dalam sebuah diagram kerucut Edgar Dale seperti gambar 2.1 di bawah
ini. Dasar pengembangan kerucut pada gambar berikut bukanlah tingkat kesulitan,
melainkan tingkat keabstrakan (jumlah jenis indra yang turut serta selama
penerima isi pengajaran atau pesan). Sagala,2003:168).
|
Verbal Symbol
Visual Symbol
Radio and Recording
Still Picture
Motion Picture
Educational Television
Exhibition
Study Trips
Demonstrasion
Dramatized Epriences
Contrived Expriences
DirectPuposeful Expriences
|
Gambar 2.1. Kerucut pengalaman Dale
Menurut
kerucut Edgar Dale di atas dapat dijelaskan bahwa pengalaman langsung akan
memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan
yang terkandung dalam pengalaman itu oleh karena ia melibatkan indera
penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan
istilah belajar dengan bekerja (learning by doing). Tingkat keabstrakan pesan
akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang
seperti bagan (chart), grafik, atau kata. Jika pesan terkandung dalam
lambang-lambang seperti yang telah disebutkan, indera yang dilibatkan untuk
menafsirkanya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera
pendengaran.
Menurut
Azhar arsyad (2003: 11) mengatakan bahwa: Pengalaman konkret dan pengalaman
abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah
dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan
interprestasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pemgalaman yang ia
terlibat langsung di dalamnya. Artinya bahwa pengalaman langsung yang konkrit
sebagai hasil belajar akan menambah tingkat abstraksi seseorang. Sebaliknya
kemampuan abstraksi, interpretasi seseorang dapat memahami pengalaman yang
dialaminya. Dalam perkembangannya, media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi.
Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah
percetakan konvensional. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang
menggabungkan penemuan mekanik dan elektronik untuk tujuan pengajaran.
Teknologi
yang muncul terahir adalah teknologi mikro-prosesor yang melahirkan pemakaian
komputer dan kegiatan interaktif. Perkembangan teknologi komputer yang pesat
saat ini menyebabkan semakin meningkatnya jumlah perangkat keras komputer yang
beredar di pasaran dengan harga yang relatif terjangkau. Akibatnya jumlah
kepemilikan perangkat komputer, baik oleh lembaga pendidikan ataupun oleh
perorangan baik pendidik maupun peserta didik semakin meningkat. Hal ini
mendukung pemanfaatan teknologi untuk maksud pengajaran antara lain
visualisasi, pemodelan, simulasi, pemetaan dan sebagainya, termasuk didalamnya
sebagai media pembelajaran fisika. Komputer dengan perangkat lunak yang
dirancang secara khusus, merupakan media yang baik dalam proses pembelajaran
fisika. Alat yang digunakan adalah seperangkat unit komputer lengkap dengan
software yang dibuat khusus untuk pembelajaran materi fisika.
Dalam
proses pembelajaran, perangkat lunak komputer dapat digunakan untuk memotivasi peserta
didik dan memberi penguatan dalam mempelajari konsep-konsep fisika, misalnya
pembuatan grafik, analisis, simulasi gejala dan eksperimen. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 1.27) bahwa “komputer dapat
digunakan untuk melakukan simulasi percobaan fisika yang sukar atau bahkan
tidak dapat dilakukan secara langsung”.
Penelitian
ini dengan inkuiri terbimbing peserta didik dilibatkan untuk mendapatkan pesan
informasi pelajaran melalui pengalaman langsung menggunakan media laboratorium
baik virtual maupun real. Setelah diskusi hasil percobaan dan mendapatkan
kesimpulan sebagai konsep yang sedang dipelajari akan membangun abstraksi peserta
didik untuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi berkaitan dengan konsep yang
dipelajari tersebut.
2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Media Pembelajaran, menurut Kemp dan Dayton (1985)
dalam Azhar Arsyad (2005: 39) dapat memenuhi tiga fungsi utama bila media itu
digunakan oleh perorangan atau kelompok, yaitu: “(1) memotivasi minat atau
tindakan, (2) menyajikan informasi dan (3) memberi instruksi”. Hal ini berarti
bahwa untuk tujuan motivasi, media pembelajaran direalisasikan dengan teknik
yang dapat merangsang peserta didik untuk melakukan aktivitas tertentu.
Pencapian tujuan ini akan mempengaruhi sikap, nilai dan emosi. Untuk tujuan
informasi, media pembelajaran digunakan dalam rangka menyajikan informasi di
hadapan sekelompok peserta didik. Isi dan bentuk penyajian berfungsi sebagai
pengantar, ringkasan laporan atau pengetahuan latar belakang.
Untuk
tujuan instruksi, formasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan peserta
didik baik secara mental maupun dalam bentuk aktivitas nyata sehingga pembelajaran
dapat berlangsung. Kemp dan Dayton dalam Azhar Arsyad (2005:21) juga
mengemukakan beberapa manfaat dari media pembelajaran, yaitu: (1) Penyampaian
pelajaran menjadi lebih baku, (2) pelajaran menjadi lebih menarik yang memancing motivasi peserta didik
untuk belajar, (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif (ada partisipasi peserta
didik, umpan balik dan penguatan), dan (4) kualitas hasil belajar dapat
ditingkatkan bila integrasi kata dan gambar dapat mengkomunikasikan
elemen-elemen pengetahuan dengan cara terorganisir dengan baik, spesifik dan
jelas.
Dari uraian
di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa manfaat praktis penggunaan media
pembelajaran selama proses belajar berlangsung antara lain: (1) pengajaran akan
lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi
belajar peserta didik, (2) penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi
dapat mengatasi sifat peserta didik yang pasif sehingga lebih banyak melakukan
kegiatan belajar menurut kemampuan dan minatnya, (4) mengatasi keterbatasan
ruang, waktu dan daya indera, dan (5) memberikan perangsang belajar yang sama
dengan memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta didik sehingga menimbulkan
persepsi yang sama.
3. Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran
Pemilihan suatu metode pembelajaran tertentu akan
mempengaruhi jenis
media pembelajaran yang sesuai. Pengelompokan berbagai
jenis media pembelajaran telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Leshin dalam
Azhar Arsyad (2005:36) mengklasifikasikan media ke dalam “lima kelompok, yaitu:
(1) Media berbasis manusia, (2) Media berbasis cetak, (3) Media berbasis
visual, (4) Media berbasis audio visual, dan (5) Media berbasis komputer”.
Klasifikasi
di atas dapat dijelaskan bahwa media berbasis manusia meliputi dosen, guru,
instruktur, tutor dan sejenisnya. Media ini bermanfaat bila tujuannya untuk
mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan
pembelajaran peserta didik. Media berbasis cetak merupakan bahan-bahan yang
disiapkan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi. Media ini meliputi
buku teks, modul, jurnal, majalah, artikel, brosur dan sejenisnya. Media
berbasis visual meliputi buku, gambar atau pictorial, foto, sketsa, diagram,
bagan (chart), grafik, peta, poster, kartun, transparansi, slide dan
sejenisnya. Media berbasis audio visual meliputi vidoe, film, program
slide-tape, televisi dan sejenisnya. Media ini menyampaikan materi menggunakan
mesin-mesin mekanik dan elektronik untuk menyajikan pesan audio (melalui indera
pendengaran) dan visual (melalui indera penglihatan). Aplikasi komputer dalam
pembelajaran dikenal dengan nama Computer-Assisted Instruction (CAI)
pembelajaran dengan bantuan komputer. Format penyajian pesan atau informasi
dalam CAI meliputi tutorial terprogam, tutorial inteligen, drill dan practice,
simulasi dan sejenisnya.
4. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif memerlukan teknik perencanaan
yang baik. Media sebagai salah satu unsur penting yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran juga memerlukan perencanaan yang baik. Model perancangan
penggunaan media yang efektif dalam pembelajaran yang diajukan oleh Heinich
(1982) dalam Azhar Arshad (2005: 67-69) dikenal dengan istilah ASSURE (Analyze
learnes characteristic, State objective, Select, or modify media, Utilize,
Require learner response, and Evaluate). Model ini menyarankan enam kegiatan
utama dalam perancangan pembelajaran, yaitu: ”1). A: Analyze learnes
characteristic. 2). S: State objecttive. 3). S: Select, or modify media. 4). U:
Utilize. 5). R: Require learner response. 6). E: Evaluate”.
Enam
kegiatan sebagaimana dikemukakan dengan istilah ASSURE di atas dapat dijelaskan
langkah demi langkah sebagai berikut. 1). Menganalisis karakteristik umum
kelompok sasaran, apakah mereka peserta didik sekolah lanjutan atau perguruan
tinggi, anggota organisasi pemuda, perusahaan, jenis kelamin, usia, latar
belakang budaya dan sosial ekonomi. 2). Menyatakan atau rumuskan tujuan
pembelajaran yaitu perilaku atau kemampuan baru (pengetahuan, ketrampilan,
sikap) yang diharapkan dimiliki dan dikuasai peserta didik setelah proses
pembelajaran berlangsung. Tujuan ini akan mempengaruhi media dan urutan
penyajian serta kegiatan belajar. 3). Memilih, memodifikasi atau merancang /
mengembangkan materi / media yang tepat. 4). Menggunakan materi dan media.
Setelah memilih materi dan media yang tepat, diperlukan persiapan bagaimana dan
berapa banyak waktu yang diperlukan untuk menggunakannya serta mempersiapkan
ruangan yang sesuai dengan media tersebut. 5). Meminta tanggapan dari peserta
didik. Guru sebaiknya memberi dorongan peserta didik untuk memberikan respon
dan umpan balik mengenai keefektifan proses belajar mengajar. Dengan demikian peserta
didik menampakkan partisipasi yang lebih besar. 6). Mengevaluasi proses
belajar. Tujuan utama evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian peserta
didik mengenai tujuan pembelajaran, kefektifan media, motode dan kemampuan
guru.
Berdasarkan
uraian di atas, kriteria pemilihan media bersumber dari pemikiran bahwa media
merupakan bagian dari sistem pembelajaran secara keseluruhan. Suatu media dapat
dikategorikan baik, bila bersifat efisien, efektif dan komunikatif. Efisien
artinya mempunyai daya guna ditinjau dari penggunaan waktu dan tempat. Suatu
media dikatakan efisien jika penggunaannya mudah, dalam waktu yang relatif
singkat dapat mencakup materi yang luas dan tempat yang cukup. Sedangkan
efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi pesan yang
disampaikan dan kepentingan peserta didik yang sedang belajar. Komunikatif
artinya media tersebut mudah untuk dimengerti maksudnya, mudah dipahami
penggunaannya oleh peserta didik.
B. Media Berbasis Laboratorium
1.
Kerja
Laboratorium
Fisika
sebagai ilmu yang memiliki ciri khas tersendiri yang memerlukan pendekatan
tertentu dalam mempelajari dan mengajarkanya. Menurut Druxes dalam Zuhdan Kun
Prasetyo (2001: 24) mengatakan bahwa ”eksperimen merupakan suatu pendekatan
yang cocok digunakan untuk mengajarkan sains (pusat pengajaran fisika)”. Bahkan
Trowbridge dan Bybee dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 24) mengatakan juga bahwa
”sains bukanlah sains yang sesungguhnya kalau tidak disertai oleh percobaan dan
kerja laboratorium”.
Pendapat di
atas jelas bahwa proses pembelajaran fisika yang disampaikan secara
konvensional (ceramah saja), peserta didik hanya cenderung menguasai konsep-konsep
fisika yang sangat sedikit bahkan tanpa memperoleh keterampilan sama sekali.
Hal ini berbeda jika proses belajar mengajar dilakukan melalui kegiatan
praktikum (kerja laboratorium), peserta didik tidak hanya melakukan olah pikir
(minds-on) tetapi juga olah tangan (hands-on). Eksperimen atau praktikum fisika
di laboratorium merupakan bagian integral dari pengajaran ilmu alam (fisika)
sehingga percobaanpercobaan yang dilakukan di laboratorium dapat memberi
kesempatan secara nyata untuk berhadapan dengan gejala fisika yang dibahas.
Dalam
pembelajaran fisika dan sains secara umum, kegiatan praktikum memiliki peranan
yang sangat penting. Head dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 128) menyatakan
bahwa tiga hal yang mendukung pentingnya kegiatan praktikum dalam pembelajaran
sains, yaitu: ”(1) dapat memotivasi peserta didik dalam belajar, (2) memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan (3)
meningkatkan kualitas belajar peserta didik”. Dalam kerja laboratorium
(eksperimen) peserta didik dapat merencanakan dan melibatkan diri dalam investigasi
sehingga mereka dapat mengidentifikasi masalah, mendesain cara kerja, dan
membuat keputusan sendiri sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami
konsep dan prinsip secara lebih baik.
Disamping
memiliki kelebihan, kerja laboratorium juga memiliki beberapa kekurangan.
Menurut Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 2.5) kekurangan dari kerja laboratorium
adalah ”tersitanya waktu atau dengan kata lain, waktu yang disediakan terlalu
sempit, dan peserta didik tidak menyelesaikan kerja laboratorium mereka”. Alat
juga menjadi masalah bagi beberapa sekolah yang sumber daya laboratoriumnya
terbatas. Meskipun demikian, pembelajaran fisika melalui kerja laboratorium
seharusnya tetap dilaksanakan. Melalui kerja laboratorium, eksperimen yang
menjadi pusat pelajaran fisika akan tetap dapat dilaksanakan.
a. Laboratorium Real
Lunetta (1998, p. 249) dalam Susan R. Singer, 2005 p.
31). mendefinisikan bahwa: “laboratories as experiences in school settings in
which students interact with materials to observe and understand the natural
world”. Artinya bahwa laboratorium sebagai tempat pengalaman di sekolah yang di
dalamnya para peserta didik berinteraksi dengan benda-benda untuk mengamati dan
memahami alam semesta).
Sedangkan
Hegarty-Hazel (1990, p. 4) mendefinisikan bahwa:
laboratory
work as: a form of practical work taking place in a purposely assigned
environment where students engage in planned learning experiences…. and
interact with materials to observe and understand phenomena (Some forms of
practical work such as field trips are thus excluded).
Artinya bahwa laboratorium sebagai suatu tempat kerja
praktis yang menarik di dalam sebuah lingkungan belajar dimana para peserta
didik terlibat dalam pengalaman belajar berencana dan berinteraksi dengan
benda-benda untuk mengamati dan mengerti kejadian alam, salah satunya adalah
studi lapangan).
Rudolph (2002, p. 131 in Susan, 2005, p.
33) mendefinisikan bahwa: laboratory experiences provide opportunities for
students to interact directly with the material world (or with data drawn from
the material world), using the tools, data collection techniques, models, and
theories of science. A “laboratory” was a way of thinking about scientific
investigations an intellectual process rather than a building with specialized
equipment.
Artinya bahwa pengalaman laboratorium memberikan
kesempatan banyak kepada peserta didik untuk berinteraksi langsung dengan
benda-benda dalam kehidupan atau dengan menarik data dari benda dalam
kehidupan). Laboratorium adalah suatu jalan pemikiran tentang penyelidikan
ilmiah pada proses intelektual yang tepat dari pada suatu bangunan dengan
perlengkapan spesial).
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa laboratorium adalah suatu tempat dimana para pelajar
melakukan observasi ilmiah atau sains dan juga merupakan tempat dimana ilmu
pengetahuan dapat digunakan. Laboratorium sains memungkinkan para pelajar untuk
menggunakan informasi, untuk membangun konsep umum, untuk menentukan masalah
baru, untuk menjelaskan sebuah observasi atau ketidaksesuaian pada alam atau
untuk membuat keputusan (kesimpulan).
Istilah laboratorium real (Real Lab)
digunakan untuk laboratorium yang sebenarnya atau laboratorium nyata, yaitu
suatu laboratorium yang semua alat bahan yang digunakan untuk keperluan
kegiatan praktikum adalah benar-benar nyata (bisa dipegang dan dilihat). Dalam
hal ini laboratorium yang dimaksudkan adalah sebagaimana laboratorium fisika
yang dimiliki dan digunakan di sekolah-sekolah untuk melaksanakan kegiatan
eksperimen atau praktikum pada umumnya.
b. Laboratorium Virtual
Laboratorium
virtual disingkat Virtual Lab berasal dari bahasa Jepang dari kata “Virtual Lab
(.....LAB) is a Japanese-exclusive puzzle game for the Virtual Boy.”
(http://en.wikipedia.org/wiki/Virtual_Lab). Artinya Virtual Lab adalah sebuah
permainan khusus teka-teki untuk anak laki-laki Jepang. “The Virtual Laboratory
is an interactive environment for creating and conducting simulated experiments:
a playground for experimentation.” (http://pages.cpsc.
ucalgary.ca/~pwp/bmv/vlab-for-linux/htmldocs/environment.html). Artinya
Laboratorium Virtual adalah sebuah lingkungan interaktif untuk menciptakan dan
melakukan simulasi percobaan: sebuah tempat bermain untuk pelaksanaan
percobaan. NESCO memberikan definisi: “Visual laboratory is an electronic
workspace for distance collaboration and experimentation in research or other
creative ctivity, to generate and deliver results using distributet information
and communication technologies.” Artinya Laboratorium visual adalah tempat
kerja elektronik utuk kerjasama dan percobaan jarak jauh dalam penelitian atau
kegiatan kreatif lainnya untuk menghasilkan dan menyampaikan hasil menggunakan
penyebaran informasi dan teknonolgi komunikasi.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laboratorium virtual (Virtual
Lab) merupakan laboratorium dengan alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan
praktikum berupa seperangkat komputer lengkap dengan program aplikasi
(software) yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen. Software ini berisi
animasi-animasi alat bahan dan desain interaktif untuk kegiatan eksperimen.
Jadi peserta didik tinggal menjalankan eksperimen sesuai dengan lembar kerja
yang telah disediakan. Dalam laboratorim virtual (Virtual Lab) peserta didik
dapat mengumpulkan data dengan cepat dalam situasi apapun, dan juga
memungkinkan untuk melakukan eksperimen yang tidak dapat dilakukan di
laboraturium real pada umumnya. Dengan kerja laboratorium virtual peserta didik
bisa melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu gejala alam yang
mungkin sulit dilihat jika dengan pengamatan biasa. Selain itu peserta didik
juga bisa melakukan eksperimen dengan aman apabila eksperimen yang sebenarnya
berbahaya. Namun, eksperimen yang dilakukan di laboratorium virtual (simulasi),
peserta didik tidak banyak memperoleh olah tangan untuk mendapatkan
keterampilan teknis seperti di laboratorium nyata, melainkan hanya mendapatkan
olah tangan untuk mengoperasikan komputer.
Berkenaan
dengan masalah biaya, bagi lembaga pendidikan (sekolah), penggunaan
laboratorium virtual tergolong murah. Untuk dapat mengaplikasikanya hanya
dibutuhkan seperangkat komputer dan softwarenya. Komputer tidak hanya digunakan
untuk praktikum saja, melainkan dapat juga digunakan untuk kepentingan lain
seperti pelatihan keterampilan komputer, pelatihan IT, dan kegiatan
pembelajaran. Lembaga pendidikan seperti sekolah yang sudah memiliki
laboratorium komputer, penggunaan laboratorium virtual akan terasa sangat murah
jika dibandingkan dengan eksperimen yang memerlukan laboratorium real (real
experiment) dengan alat dan bahan yang harganya relatif mahal.
2.
Fungsi dan
Peranan Laboratorium Fisika
Fungsi dan
peranan laboratorium fisika sebagaimana diungkapkan dalam petunjuk pengelolaaan
laboratorium yang diterbitkan oleh Depdikbud (1999: 6) adalah “sebagai sumber
belajar, metode pembelajaran dan prasarana endidikan.” Laboratorium sebagai
sumber belajar artinya laboratorium sebagai sumber untuk memecahkan masalah
atau melakukan percobaan sehingga berbagai masalah yang berkaitan dengan tujuan
pembelajaran fisika yang variasinya meliputi cognitive domain, affective domain
dan phsychomotor domain, dapat digali, ditetapkan dan diungkapkan serta
dikembangkan.
Laboratorium
sebagai metode pembelajaran artinya dua metode penting dalam kegiatan di
laboratorium akan dapat menghasilkan produk fisika. Dua metode penting yang
dimaksud adalah metode pengamatan (observation method) dan metode percobaan
(experimental method). Sedangkan laboratorium sebagai sarana pendidikan artinya
sebagai wadah proses belajar mengajar. Ruang laboratorium yang dilengkapi
dengan berbagai perlengkapan dengan bermacam-macam kondisi yang dapat
dikendalikan, khususnya peralatan untuk melakukan percobaan.
C.
Gaya Belajar
1. Pengertian
Gaya Belajar
Gaya
belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat menentukan bagi
siapapun dalam melaksanakan tugas belajarnya baik di rumah, di masyarakat,
terutama di sekolah. Siapapun dapat belajar dengan lebih mudah, ketika ia
menemukan gaya belajar yang cocok dengan dirinya sendiri.
Sebagai
seorang guru, kita harus dapat memahami masing-masing gaya belajar peserta
didik kita, agar gaya mengajar kita betul-betul serasi. Tidak jarang kegagalan
peserta didik di sekolah bukan karena kebodohannya, bisa jadi karena ketidak
serasian gaya belajar antara guru dan peserta didiknya. Jika guru menyadari
bahwa setiap peserta didik memiliki cara yang berbeda dalam menyerap dan
mempelajari informasi. Tentu guru akan mengajar dengan berbagai cara yang
berbeda atau mengajar dengan cara-cara yang lain dari Media mengajar yang
standar. Dengan gaya mengajar yang berbeda-beda tentu sangat membantu bagi
peserta didik dalam memahami informasi atau materi pelajaran yang disampaikan.
Sesungguhnya
gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi. Kebanyakan kita belajar dengan banyak gaya,
namun biasanya kita lebih menyukai satu cara dari pada berbagai cara yang ada. Dalam
teori perkembangan konvergensi dari William Stern dijelaskan bahwa perkembangan
pribadi manusia itu dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal
bawaan (herediter) dan faktor eksternal (lingkungan) dimana individu itu
berada. Kedua faktor ini satu sama lainnya saling mempengaruhi terhadap
pembentukan kepribadian. Sehubungan dengan itu, maka dalam perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan, agar bisa mencapai kualitas yang optimal harus
memperhatikan kedua hal tersebut di atas yaitu keserasian antara faktor
internal dan eksternal. Sejalan dengan teori konvergensi, seorang guru harus
bisa mengetahui karakter peserta didiknya dan berusaha untuk menciptakan
suasana belajar mengajar yang sesuai dengan sifat dan tingkat kematangan
kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik. Oleh karena itu diperlukan
suatu konsep gaya belajar yang akomodatif terhadap kepentingan tersebut. Rita
Dunn, seorang pelopor gaya belajar banyak menemukan variabel yang mempengaruhi
cara belajar seseorang yaitu: mencakup faktor-faktor fisik, emosional,
sosiologis dan lingkungan. Misalnya: ada sebagian orang dapat belajar dengan
baik jika cahaya terang, sedang sebagian yang lain dengan cahaya suram. Dan ada
yang senang bila belajar secara berkelompok, sedang yang lain senang memilih
figur otoriter, seperti orangtua, atau guru, dan yang lain lagi senang dan
lebih efektif bila belajar secara sendiri. Juga ada yang belajar dengan
mendengar musik sebagai latar belakang, sedang yang lain tidak dapat
konsentrasi, kecuali dalam suasana sepi. Bahkan ada yang belajar dengan
lingkungan yang teratur dan rapi, tetapi lebih suka menggelar segala sesuatunya
agar semua terlihat (Bobbi Deporter, 2004).
Michael
Grinder, pengarang Righting Education Conveyor Belt, mencatat ada tiga
modalitas belajar yaitu visual, auditif dan kinestik. Modalitas belajar visual
yaitu belajar dengan cara melihat (menggunakan mata), modalitas belajar auditif
yaitu belajar dengan cara mendengar (menggunakan telinga), sedangkan modalitas
kinestik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh (menggunakan
tangan).
Sebelum
proses pembelajaran, sebaiknya langkah pertama yang harus dilakukan oleh
seorang guru adalah mengenali modalitas seseorang peserta didik apakah sebagai
modalitas visual, auditif atau kinestik. Orang visual belajar akan lebih baik
melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditif akan lebih mengerti melalui apa
yang mereka dengar, dan pelajar kinestik belajar lewat gerak dan sentuhan.
Walaupun masing-masing dari mereka belajar dengan menggunakan ketiga modalitas
ini, pada tahapan tertentu kebanyakan akan lebih cenderung pada salah satu
diantara ketiganya. Untuk dapat mengenali dengan baik, berikut ini diuraikan
ciri-ciri perilaku yang cocok dengan modalitas belajar seseorang:
a.
Visual (belajar dengan cara melihat)
Lirikan keatas bila
berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi peserta
didik yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah
mata / penglihatan (visual), dalam hal ini Media pengajaran yang digunakan guru
sebaiknya lebih banyak/dititikberatkan pada peragaan/media, ajak mereka ke
obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara
menunjukkan alat peraganya langsung pada peserta didik atau menggambarkannya di
papan tulis. Anak yang mempunyai gaya
belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk
mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat
melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka
dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti
diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih
suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
v
Ciri-ciri gaya belajar visual :
1.
Bicara agak cepat
2.
Mementingkan penampilan dalam
berpakaian/presentasi
3.
Tidak mudah terganggu oleh keributan
4.
Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5.
Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6.
Pembaca cepat dan tekun
7.
Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan,
tapi tidak pandai memilih kata-kata
8.
Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada
pidato
9.
Lebih suka musik dari pada seni
10. Mempunyai
masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali
minta bantuan orang untuk mengulanginya
v
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak
visual :
1.
Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar,
diagram dan peta.
2.
Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3.
Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4.
Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan
video).
5.
Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan
ide-idenya ke dalam gambar.
b. Auditif (belajar dengan
cara mendengar)
Lirikan kekiri/kekanan
mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Peserta
didik yang bertipe auditif mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga
(alat pendengarannya), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan
peserta didiknya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya
belajar auditif dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditif dapat mencerna makna yang
disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara
dan hal-hal auditif lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang
minim bagi anak auditif mendengarkannya. Anak-anak
seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan
keras dan mendengarkan kaset.
v
Ciri-ciri gaya belajar auditif :
1.
Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri
2.
Penampilan rapi
3.
Mudah terganggu oleh keributan
4.
Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa
yang didiskusikan dari pada yang dilihat
5.
Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6.
Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan
tulisan di buku ketika membaca
7.
Biasanya ia pembicara yang fasih
8.
Lebih pandai mengeja dengan keras daripada
menuliskannya
9.
Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10. Mempunyai
masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11. Berbicara
dalam irama yang terpola
12. Dapat
mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
v
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak
auditif :
1.
Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam
diskusi baik di dalam kelas.
2.
Dorong anak untuk membaca materi pelajaran
dengan keras.
3.
Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4.
Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5.
Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke
dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
c. Kinestetik (belajar
dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Lirikan
kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya
belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak
seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk
beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Peserta didik yang bergaya belajar
ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.
v
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1.
Berbicara perlahan
2.
Penampilan rapi
3.
Tidak terlalu
mudah terganggu dengan situasi keributan
4.
Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5.
Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6.
Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7.
Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam
bercerita
8.
Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan
gerakan tubuh saat membaca
9.
Menyukai permainan yang menyibukkan
10. Tidak
dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat
itu
11. Menyentuh
orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung
aksi
v
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak kinestetik:
1.
Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2.
Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi
lingkungannya (contoh- nya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek
sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3.
Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting
dalam bacaan.
Gaya belajar dapat menentukan hasil belajar anak. Jika
diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang
dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar.
Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.
D.
Pemahaman Konsep
Salah satu
tujuan pengajaran yang penting adalah membantu peserta didik memahami konsep
utama dalam suatu subjek, bukan sekedar mengingat fakta yang terpisah-pisah.
Pemahaman konsep akan berkembang apabila guru dapat membantu peserta didik
mengeksplorasi topik secara mendalam dan memberi contoh yang tepat dan menarik
dari suatu konsep (Santrock dalam Khaerani, 2010:16)
Menurut kamus ilmiah populer, kata
konsep secara etimologi adalah ide umum, pemikiran, rancangan atau rencana
dasar. Sedang, dalam kamus Bahasa Indonesia konsep diartikan sebagai rancangan.
Sedangkan menurut Trianto (2010;189) konsep adalah materi pembelajaran dalam
bentuk defenisi/ batasan atau pengertian dari suatu objek, baik yang bersifat
abstrak maupun konkret.
Menurut Gagne (dalam subhan, 2007) ,belajar konsep adalah kegiatan
mengenali sifat yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan
kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu sebagai suatu
kelas, disebabkan adanya sifat yang sama tersebut. Seorang peserta didik
dikatakan telah memahami konsep apabila ia telah mampu mengenali dan
mengabstraksi sifat yang sama tersebut, yang merupakan ciri khas dari konsep
yang dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi terhadap konsep tersebut.
Artinya, peserta didik telah memahami keberadaan konsep tersebut tidak lagi
terkait dengan suatu benda konkret tertentu atau peristiwa tertentu tetapi
bersifat umum.
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang
dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau
menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam memahami materi peserta
didik tidak hanya dituntut sebatas mengingat namun peserta didik diharapkan
untuk mampu mendefinisikan. Kemampuan peserta didik dalam mendefinisikan
menunjukan adanya pemahaman konsep yang baik terhadap suatu materi pelajaran.
Aspek
pertama dari pemahaman menurut rahmah
(2010) yakni kemampuan untuk menjelaskan. Daya jelas sebuah penjelasan dapat
dilihat dari relevansi dan kebenaran penjelasan itu. Seorang peserta didik
menjelaskan bahwa air mendidih pada suhu 100°C disebabkan karena cahaya
merambat lurus, tentu saja hal ini tidak relevan sehingga penjelasan tersebut
tidak dapat diterimanya sebagai suatu penjelasan. Begitu pula bila dikatakan
bahwa energi yang dimiliki air pada suhu tersebut cukup besar untuk merubah
tekanan dalamnya, mungkin relevan tetapi tidak benar, sehingga penjelasan inipun
belum dapat diterima sebagai sebuah penjelasan sesuai dengan batasan tersebut.
Aspek
pemahaman berikutnya adalah pengenalan. Pengenalan adalah suatu proses dimana
seseorang mengetahui atau menyadari bahwa sesuatu itu adalah biasa yang pernah
ia jumpai sebelumnya. Di dalam proses belajar mengajar, sesuatu yang pernah
dibaca, dipelajari, atau dialami, akan muncul kembali dalam bentuk yang
berbeda. Namun kemudian kadang-kadang seseorang gagal dalam mengenali kembali
sesuatu yang pernah dialaminya dalam pengalaman yang lalu. Sebaliknya, suatu
stimulu yang sungguh-sungguh baru maupun dikenalnya karena dianggap pernah
dilihat atau dialami pada masa yang lampau. (rahmah Khaerani, 2010).
Aspek yang
ketiga dari pemahaman adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan atau melakukan
interpretasi. Di dalam fisika, penarikan kesimpulan atau interpretasi terutama
didasarkan atas hasil pengamatan. Hasil pengamatan atau pengukuran biasanya
disajikan dalam bentuk grafik atau tabel sehingga peserta didik diharapkan dapat
menginterpretasikan data atau menarik kesimpulan berdasarkan grafik atau tabel
tersebut. Makin teliti pengamatan yang dilakukan, makin besar peluang untuk
dapat menarik kesimpulan dengan baik.
Dari ketiga
aspek pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa memahami bukan hanya sekedar
mengetahui yang terbatas hanya pada mengingat kembali yang pernah dialami atau
dapat memproduksi yang pernah dipelajari sesuai dengan yang terdapat dalam buku
tes. Pemahaman melibatkan berbagai proses mental sehingga sifatnya lebih
dinamis. Dari uraian di atas maka yang disebut dengan pemahaman
konsep adalah kemampuan untuk memperoleh makna dari ide abstrak sehingga dapat
digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan
sesuat objek atau kejadiaan tertentu.
Beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan
pembelajaran terkait dengan kemampuan memahami konsep , adalah sebagai berikut.
a.
Mengenal konsep/ide
fisika melalui pengamatan beberapa contoh
b.
Memberikan contoh lain
c.
Memberikan non contoh
d.
Melakukan perhitungan
sederhana, menerapkan prinsip/aturan secara rutin. (Depdiknas, dalam Subhan;
2007)
Adapun kriteria dari
pemahaman konsep adalah:
a.
Menyatakan ulang sebuah konsep ;
b.
Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu
sesuai dengan konsepnya
c.
Memberi contoh dan non contoh dari konsep ;
d.
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
fisis ;
e.
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur
tertentu;
f. Mengaplikasikan
konsep ke pemecahan masalah.
E. Hipotesis
Berdasar dari uraian latar
belakang dan penelusuran literatur yang dilakukan penulis, maka dapat ditarik
suatu hipotesis bahwa
1. Terdapat
pengaruh Media pembelajaran berbasis
Virtual Lab dan Media pembelajaran berbasis Real Lab terhadap pemahaman konsep fisika peserta
didik SMA Neg. 1 Sinjai.
2. Terdapat
interaksi antara Media pembelajaran berbasis Virtual Lab dengan gaya belajar
visual, kinestetik dan auditif terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA
Neg. 1 Sinjai.
3. Terdapat
interaksi antara Media pembelajaran berbasis Real Lab dengan gaya belajar visual, kinestetik, dan auditif
terhadap pemahaman konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1 Sinjai.
4. Terdapat
interaksi antara Media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap pemahaman
konsep fisika peserta didik SMA Neg. 1
Sinjai.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah true
eksperimen, dengan treatment by level design 2 x 2, mempunyai dua variabel
bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas pertama (variable perlakuan)
adalah media pembelajaran, variabel bebas kedua (variabel atribut) adalah gaya
belajar, sedang variabel terikat adalah Pemahaman konsep Fisika.
Tabel 1 Treatment by Level Design
Gaya Belajar
(B)
|
Media Pembelajaran (A)
|
|
A1
|
A2
|
|
B1
|
A1B1
|
A2B1
|
B2
|
A1B2
|
A2B2
|
B3
|
A1B3
|
A2B3
|
Keterangan:
A : Media Pembelajaran
B : Gaya Belajar Peserta didik
A1 : Media pembelajaran berbasis Virtual Lab
A2 : Media pembelajaran berbasis Real Lab
B1 : Gaya belajar visual
B2 : Gaya belajar auditif
B3 : Gaya belajar kinestetik
A1B1 : Kelompok
peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual yang diajar dengan Media
pembelajaran berbasis Virtual Lab.
A2B1 : Kelompok
peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual yang diajar dengan Media
pembelajaran berbasis Real Lab.
A1B2 : Kelompok
peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditif yang diajar dengan Media
pembelajaran berbasis Virtual Lab.
A2B2 : Kelompok
peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditif yang diajar dengan Media
pembelajaran berbasis Real Lab.
A1B3 : Kelompok
peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik yang diajar dengan Media
pembelajaran berbasis Virtual Lab.
A2B3 : Kelompok
peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik yang diajar dengan Media
pembelajaran berbasis Real Lab.
|
|
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Neg. 1
Sinjai pada kelas X semester 2 tahun ajaran 2011/2012. Sedangkan waktu penelitian
ini dimulai bulan Januari 2013 dan berakhir pada bulan Maret 2013.
C. Populasi dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh peserta
didik kelas X SMA Neg. 1 Sinjai yang terdiri dari 7 kelas yaitu kelas X1
sampai kelas X7. Sedangkan sampel ditentukan dengan teknik cluster
random sampling (acak).
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa variabel
penelitian yang perlu diperhatikan yaitu:
1.
Variabel bebas (variable perlakuan), yaitu Media
pembelajaran berbasis lab dengan Virtual dan Real Lab.
2.
Variabel bebas (variable atribut), yaitu Gaya belajar
yang dimiliki oleh Siswa yang diteliti.
3.
Variabel terikat, yaitu pemahaman konsep fisika peserta
didik yang ingin dicapai setelah mendapatkan suatu perlakuan baru.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data untuk pemahaman konsep dengan menggunakan Media tes, dan gaya
belajar peserta didik menggunakan angket.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S. 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan
(Edisi Revisi), Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto,
S. 2006, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI), Rineka Cipta, Jakarta.
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran. Jakarta. PT.
Grasindo
Dahar, R.W. 1988, Teori-teori Belajar,
Erlangga, Bandung.
Haling,
dkk. 2007, Belajar dan Pembelajaran,
Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar,
Makassar.
Hamalik, O. 2004, Proses Belajar
Mengajar, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Koes H, S. 2003, Strategi
Pembelajaran fisika, JICA, Malang.
Michael Grinder, Righting Education Conveyor Belt. Rineka Cipta, Jakarta
Mulyasa,
E. 2008, Menjadi Guru Profesional
Menciptakan Pembelajaran yang Kreatif dan Menyenangkanl, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Sabri, A.
2005, Strategi Belajar Mengajar &
Micro Teaching, Quantum Teaching, Jakarta.
Sanjaya,
W. 2006, Pembelajaran Dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta.
Subana, dkk. 2000, Statistik
Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung.
Sudjana, 2005, Metoda Statistik,
Tarsito, Bandung.
Sugiyono,
2007. Media Penelitian Pendidikan
(Pendekatan kuantitatif, Kualitatif dan R&D), Alfabeta, Bandung.
Sudirman. 1991. Model-Model
pembeelajaran. Kencana,
Jakarta.
Syafruddin
dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen
Pembelajaran. Quantum Teaching, Jakarta.
Tiro,
M. A. 2001. Dasar-dasar Statistika (Edisi
Revisi), Makassar State University Press, Makassar.
Trianto. 2007. Model – model Pembelajaran Inovatif
Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta.Prestasi Pustaka,
Jakarta.
Uno, H.B.
2007, Model Pembelajaran Menciptakan
Proses Belajar mengajar yang kreatif dan efektif, PT. Bumi Aksara, Jakarta.